BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Keluarga adalah
kesatuan masyarakat terkecil yang merupakan inti dari sendi-sendi masyarakat.
Keluarga merupakan lingkungan pendidikan pertama dan utama bagi perkembangan
pribadi anak, dikatakan pertama karena sejak anak masih ada dalam kandungan dan
lahir berada didalam keluarga, dikatakan utama karena keluarga merupakan
lingkungan yang sangat penting dalam proses pendidikan untuk membentuk pribadi
yang utuh. Jadi semua aspek kepribadian dapat dibentuk di lingkungan ini. Perilaku
ataupun perlakuan orang tua terhadap anak merupakan factor yang sangat
berpengaruh terhadap perkembangan anak terkait dengan cara bagaimana orang tua
mendidik dan membesarkan anak.
Dalam berinteraksi
dengan anak, orang tua dengan tidak sengaja atau tanpa disadari mengambil sikap
tertentu. Anak melihat dan menerima sikap orang tuanya dan memperhatikan suatu
reaksi dalam tingkah lakunya yang dibiasakan, sehingga akhirnya menjadi suatu
pola kepribadian. Begitu pula cara-cara bertingkah laku orang tua yang
cenderung demokratis, ataupun otoriter
yang masing-masing sangat mempengaruhi suasana interaksi keluarga dan dapat
merangsang perkembangan ciri-ciri tertentu pribadi anak. Dalam keluarga ada
orang tua yang cenderung menerapkan pola perlakuan demokratis, dan ada pula
sejumlah orang tua yang bersikap otoriter. asing-masing pola perlakuan tersebut
membawa dampak sendiri-sendiri bagi anak.[1]
Dalam keluarga terjadi proses pembudayaan dari orang
tua kepada anak tentang pengenalan secara dini, untuk mengenal sesama anggota
dalam lingkungan yang diikuti tentang pemahaman nilai-nilai serta norma-norma
yang berlaku. Dalam kehidupan berkeluarga pula anak-anak akan merasakan
bagaimana pandangan dan perlakuan orang tua dalam mengasuh anak-anaknya, apakah
merasa diperhatikan atau diabaikan. Disinilah anak-anak akan merasakan
situasi-situasi yang menentukan harga dirinya dimasa depan kelak.
Orang tua mempunyai peranan yang sangat penting dan
mempunyai tanggung jawab yang sangat besar terhadap semua anggota keluarga yang
menjadi tanggung jawabnya. Khususnya seorang ibu yang bisa dikatakan sebagai
arsitektur dalam rumah tangga, ia dituntut bisa mengatur suasana dalam rumah
dan menjadi kunci utama dalam membentuk pribadi anak-anaknya.Seorang ibu
diharapkan bisa mengatur suasana artinya ia dapat menciptakan suasana atau
kondisi keluarga yang harmonis, tenang dan bias membawa kedamaian diantara
seluruh anggota keluarga. Ia juga menjadi salah satu pembentuk pribadi anak,
yang mengandung maksud bahwa ia mempunyai tanggung jawab yang besar terhadap
pembentukan pola tingkah laku dan penanaman moral pada anak. Sudah menjadi
tradisi bahwa tiap kali seorang anak bertindak salah, maka masyarakat pertama
kali akan menimpakan kesalahan tersebut pada ibunya, bagaimana cara ibunya mendidik
anak.
Memang dari gambaran di atas terlihat jelas bahwa
tugas seorang ibu cukup berat, dan lebih berat lagi apabila anak-anaknya telah
menginjak dewasa. Dalam kehidupan rumah tangga ibu mempunyai peranan yang
sangat penting dalam mengasuh anak.
Menurut pendapat Hendrawan Nadesul bahwa dihari
depan setiap anak tergantung pada ibunya, sebagian nasib anak ditentukan oleh
keputusan ibu selama membesarkannya. Dengan kata lain seorang ibu mempunyai
peranan yang dominan dalam membentuk anaknya. Oleh karena itu, seorang ibu
harus mempunyai pengetahuan yang cukup tentang bagaimana cara mengasuh anak
dengan mempertimbangkan dan memperhatikan perkembangan jiwa anak secara baik.
Begitu berat dan tanggung jawab yang dibebankan kepada ibu, tentunya harus
menjadi perhatian yang besar tentang bagaimana cara pandang ibu tentang
mengasuh anak. [2] Sebagaimana terjadi di keluarga nelayan desa
Meulingge, seorang ibu disana rata-rata berpendidikan rendah dan didalam
mengasuh anak-anaknya hanya dengan kemampuan seadanya sehingga hasilnyapun
terkesan biasa-biasa saja bahkan ada yang kurang baik. Sebenarnya mereka telah
memiliki kesadaran yang cukup baik seiring dengan perkembangan jaman dalam
mengasuh anak. Namun karena kesibukannya mereka mengabaikan cara mengasuh anak
yang baik.
Seorang anak di kalangan keluarga nelayan Desa
Meulingge kalau kita lihat dalam kesehariannya kurang sopan. Itu tercermin dari
cara berbicara mereka dengan orang lain, baik itu dengan orang tua, tetangga
dan orang yang baru mereka kenal. Sebagian anak-anak nelayan masih
berpendidikan relatif rendah yaitu hanya sampai tingkat Sekolah Dasar, bahkan
ada juga yang tidak lulus SD. Anak-anak tersebut memilih mengikuti jejak orang
tua mereka sebagai nelayan daripada melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih
tinggi. Sebenarnya ada keinginan dari mereka ingin melanjutkan sekolah tapi
karena kemampuan orang tuanya yang terbatas maka mereka hanya bisa menerima
keadaan yang ada. Dari dasar ini kemudian mempengaruhi tingkah laku dan tingkat
intelektual anak. Dalam melaut waktu yang dibutuhkan nelayan Desa Meulingge
untuk mencari ikan bervariasi, ada yang sehari, tiga hari, seminggu, sebulan
dan bahkan lebih. Tetapi sebagian masyarakat nelayan di desa Meulingge melaut
satu hari pulang, mereka berangkat dari pukul 03.00 WIB dan pulang kurang lebih
pukul 15.00 WIB. Pada kondisi demikian mengharuskan ibu (istri) mempunyai
peranan yang sangat penting dalam mengelola, membina rumah tangga dan sekaligus
mengasuh anak, karena suaminya tidak mempunyai banyak waktu luang untuk
berkumpul dengan keluarga. Kepemimpinan keluarga yang seharusnya dijalankan
oleh seorang suami dalam prakteknya ibu yang memegang peranan lebih besar jika
dibandingkan dengan suaminya. Begitu juga dalam pola pengasuhan anak,
kewibawaan ayah sangat kurang karena anak jarang sekali bertemu dengan ayahnya.
Mereka baru bisa berkumpul sebagai keluarga inti hanya beberapa jam saja setiap
harinya. Faktor sosial ini menyebabkan pendidikan anak pada keluarga nelayan
kurang. Hal ini terjadi karena kurangnya pengawasan dan pengarahan dari orang
tua tentang pendidikan bagi anak.
Ayah sibuk dengan aktivitasnya sebagai nelayan di
laut, sedangkan ibu sibuk dengan aktivitas rumah tangganya sehingga akan
diberikan kebebasan bergaul sesuai dengan kemampuan dan kemauannya sendiri.
Anggapan orang tua yang penting materi tercukupi berarti orang tua sudah
melaksanakan kewajibannya. Masalah pendidikan dan kebutuhan lainnya kurang
diperhatikan, hal ini menyebabkan rata-rata pendidikan anak nelayan masih
relatif rendah dan mereka lebih suka mengikuti jejak ayahnya sebagai nelayan.
Berdasarkan
uraian tersebut di atas maka peneliti memberi judul skripsi “Pola asuh anak pada keluarga nelayan di Desa
Meulingge Kecamatan Pulo Aceh Kabupaten Aceh Besar”.
B. Rumusan
Masalah
Adapun rumusan masalah dalam penelitian ini adalah:
1. Bagaimana
pola keluarga nelayan dalam mengasuh
anak di desa meulingge Kecamatan Pulo aceh kabupaten Aceh Besar ?
2.
Bagaimana peranan ibu dalam megasuh anak
pada keluarga nelayan?
C. Tujuan
Penelitian
Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini
adalah:
1. Mendeskripsikan
pola keluarga nelayan dalam mengasuh anak di desa Meulingge Kecamatan Pulo
Aceh,
2. Untuk
mengetahui peranan ibu dalam mengasuh anak pada keluarga nelayan di Desa
meulingge Kecamatan pulo aceh,
D. Manfaat
Penelitian
Manfaat penelitian ini adalah:
1. Manfaat
secara teoritis
Penelitian ini diharapkan bisa menambah wawasan
pengetahuan tentang pola pengasuhan dan peranan ibu dalam mengasuh anak.
2. Manfaat
secara praktis
Penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai
informasi tentang pengasuhan anak di keluarga nelayan, memberi masukan bagi
Jurusan serta akademisi dan instansi terkait untuk bisa memperhatikan masalah
pendidikan anak di keluarga nelayan.