SKRIPSI AKHIR
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Anak merupakan aset yang menentukan
kelangsungan hidup, kualitas dan kejayaan suatu bangsa di masa mendatang. Oleh
karena itu anak perlu dikondisikan agar dapat tumbuh dan berkembang secara
optimal dan dididik sebaik mungkin agar di masa depan dapat menjadi generasi
penerus yang berkarakter serta berkepribadian baik. Keluarga adalah lingkungan
yang pertama dan utama dikenal oleh anak. Alasannya, institusi terkecil dalam masyarakat ini
telah mempengaruhi perkembangan individu anggota-anggotanya, termasuk sang
anak. Kelompok inilah yang melahirkan individu dengan berbagai bentuk
kepribadiannya di masyarakat. Oleh karena itu tidaklah dapat dipungkiri bahwa
sebenarnya keluarga mempunyai fungsi yang tidak hanya terbatas sebagai penerus
keturunan saja. Mengingat banyak hal-hal mengenai kepribadian seseorang yang didapat
dari keluarga.[1]
Akibat pengaruh globalisasi yang makin
menguat di setiap aspek kehidupan, banyak bangsa-bangsa di dunia yang tidak
berkarakter kehilangan jati dirinya. Tanpa disadari budaya luar secara permisif
berbaur dengan budaya lokal. Kondisi yang demikian menjadi berbahaya takala
budaya buruk dari luar ditelan mentah-mentah oleh anak-anak dalam sebuah
keluarga. Seperti budaya kekerasan, minum-minuman keras, penyalahgunaan narkoba
atau seks bebas. Di sinilah peran
orang tua ditantang untuk mampu mengembalikan karakter anak dalam kapasitas
agar anak dapat tumbuh dan berkembang sebaik-baiknya.
Masyarakat juga berperan aktif dalam proses pembentukan karakter
anak dan mengontrol jati diri, karena masyarakat
disebut sebagai sekelompok
manusia banyak bersatu dengan cara tertentu oleh karena hasrat-hasrat kemasyarakatan
yang sama.[2]
Sedangkan keluarga adalah kelompok primer yang paling penting dalam masyarakat,
keluarga merupakan sebuah group yang terbentuk dari perhubungan laki-laki dan
wanita dan sedikit lama menciptakan dan membesarkan anak-anak. Jadi keluarga
dalam bentuk yang murni merupakan satu kesatuaan sosial yang mempunyai
sifat-sifat tertentu yang sama.[3]
Adapun masyarakat nelayan adalah salah satu komunitas masyarakat atau kelompok
orang yang hidupnya berada di pantai atau di pesisir.
Pola atau cara mengasuh anak dalam
keluarga merupakan lingkungan pendidikan atau proses yang utama bagi
perkembangan pribadi anak yang utuh,
karena keluarga adalah lingkungan yang pertama dan utama dikenal oleh anak,
jadi dalam lingkungan keluargalah watak dan kepribadian anak akan dibentuk yang
sekaligus akan mempengaruhi perkembangannya di masa depan.
Jadi semua aspek kepribadian dapat dibentuk di lingkungan keluarga. Perilaku
ataupun perlakuan
orang tua terhadap anak merupakan faktor yang sangat berpengaruh terhadap perkembangan
anak terkait dengan cara bagaimana orang tua mendidik dan membesarkan anak. Di mata anak, orang tua atau ayah dan
ibu adalah figur atau contoh yang akan selalu ditiru oleh anak-anaknya. Oleh
sebab itu, ayah ibu harus mampu memberi contoh yang baik pada anak-anaknya,
memberi pengasuhan yang benar serta mencukupi kebutuhan-kebutuhannya dalam
batasan yang wajar.
Dalam keluarga terjadi proses
pembudayaan dari orang tua kepada anak tentang pengenalan secara dini, untuk
mengenal sesama anggota dalam lingkungan yang diikuti tentang pemahaman
nilai-nilai serta norma-norma yang berlaku. Dalam kehidupan berkeluarga pula
anak-anak akan merasakan bagaimana pandangan dan perlakuan orang tua dalam
mengasuh anak-anaknya, apakah merasa diperhatikan atau diabaikan. Karena alam
anak-anak akan berubah dan akan selalu diingat akan hakekat diri anak
dimasa-masanya, seiring pertumbuhan dan perkembangan tingkah laku yang dialaminya[4].
Di sinilah anak-anak akan merasakan situasi-situasi yang menentukan harga
dirinya di masa depan kelak.
Orang tua mempunyai peranan yang sangat
penting dan mempunyai tanggung jawab yang sangat besar terhadap semua anggota
keluarga yang menjadi tanggung jawabnya. Khususnya seorang ibu yang bisa
dikatakan sebagai arsitektur dalam rumah tangga, ia dituntut bisa mengatur
suasana dalam rumah dan menjadi kunci utama dalam membentuk pribadi
anak-anaknya. Seorang ibu diharapkan bisa mengatur suasana artinya ia dapat
menciptakan suasana atau kondisi keluarga yang harmonis, tenang dan bisa
membawa kedamaian di antara seluruh anggota keluarga. Ayah juga menjadi salah
satu pembentuk pribadi anak, yang mengandung maksud bahwa seorang ayah
mempunyai tanggung jawab yang besar terhadap pembentukan pola tingkah laku dan
penanaman moral pada anak. Oleh karena itu, orang tua harus mempunyai
pengetahuan yang cukup tentang bagaimana cara mengasuh anak dengan
mempertimbangkan dan memperhatikan perkembangan jiwa anak secara baik. Begitu
berat tanggung jawab yang dibebankan kepada orang tua, tentunya harus menjadi
perhatian yang besar tentang bagaimana cara pandang orang tua tentang mengasuh
anak.[5]
Pengaruh umumnya, lingkungan dapat
dikatakan dari mulai keluarga, keadaan daerahnya, letak geografisnya, rumah
yang menjadi tempat tinggalnya, pergaulannya, hal-hal yang dilihat dan
dibacanya atau sarana lainnya, itu semua mempunyai pengaruh dalam pembentukan
pribadi anak dan akan memberi corak dalam pemandangan dan pengalaman yang ada
di lingkungannya hingga bisa jadi itu akan berpengaruh ketika anak tersebut
menjadi dewasa nantinya.
Dari
semua proses tersebut tidak lain mendidik anak ke arah yang lebih baik,
sehingga dia dapat mengambil manfaat, baik moral perilaku pendidikan akhlak
maupun lainnya sehingga anak lebih bisa mengenal dunia dan akhiratnya dan bisa
menyiapkan kehidupan di masa depannya walaupun kondisi dan rutinitasnya sebagai
masyarakat pesisir atau nelayan yang dianggap hanya tau dengan laut dan berburu
atau menangkap ikan. Sepatutnya lah anak mendapatkan pola asuh yang lebih dari
orang tuanya untuk peningkatan akal agar anak mampu mengetahui segala sesuatu
yang dituntut dalam kehidupannya serta berguna baginya dan mengajarkan untuk
mempergunakan waktu luangnya sehingga kehidupannya bisa lebih senang dan
mengajarkan kewajiban yang harus dilaksanakan untuk masyarakat, juga
menyadarkannya hak-haknya yang harus dia penuhi nantinya, sebagaimana Rasulullah
s.a.w bersabda :
“kerjakanlah untuk duniamu seakan-akan kamu
hidup selamanya dan kerjakan akhiratmu seakan kamu mati besok”.
Dengan mempertimbangkan rangkaian masalah tersebut,
peneliti ingin mefokuskan untuk mengkaji bagaimana pola asuh seorang
anak di kalangan keluarga nelayan Desa Meulingge, Kecamatan Pulo Aceh,
Kabupaten Aceh Besar. Sebagian anak-anak nelayan di sana masih berpendidikan
relatif rendah yaitu hanya sampai tingkat sekolah dasar, bahkan ada juga yang
tidak lulus sekolah dasar sehingga tidak memiliki keterampilan hidup baik dari
segi komunikasi, informasi, mental, pembentukan jati diri dan kepercayaan diri
yang cenderung mempengaruhi pola pikir anak serta membawa diri anak kembali ke
arah tradisi mereka sendiri yaitu memilih mengikuti jejak orang tua mereka
sebagai nelayan.
Untuk membangun karakter anak dengan demikian
dibutuhkan upaya serius dari berbagai pihak terutama keluarga untuk
mengkondisikan beberapa faktor di atas, agar kondusif untuk tumbuh kembang
anak. Pendidikan karakter dan sebagainya pada anak harus diarahkan agar anak
memiliki jiwa mandiri, bertanggung jawab dan mengenal sejak dini untuk dapat
membedakan hal yang baik dan buruk, benar-salah, hak-batil. Dari dasar ini
kemudian mempengaruhi tingkah laku dan tingkat intelektual anak. Apalagi pola
orang tua dalam mengasuh anak masih kurang efektif karena kesibukan mencari
ikan di laut yang banyak menyita waktu.
Itu bisa dilihat dalam melaut waktu yang
dibutuhkan nelayan desa Meulingge untuk mencari ikan bervariasi, ada yang
sehari, tiga hari, dan bahkan lebih. Tetapi sebagian masyarakat nelayan di desa
Meulingge melaut satu hari sudah pulang, mereka berangkat dari pukul 05.00 WIB
dan pulang pukul 15.00 WIB. Pada kondisi demikian mengharuskan ibu atau istri
mengerjakan pekerjaan rutinitas rumah dan ada juga yang berkebun untuk membantu
pendapatan suaminya atau ayah yang hanya melaut. Maka dari kesibukannya
hilanglah peranan yang sangat penting dalam mengelola, membina rumah tangga dan
sekaligus mengasuh anak, karena tidak mempunyai banyak waktu luang untuk
berkumpul dengan keluarga bahkan dengan anak. Ditambah lagi dengan minimnya
pengetahuaan orang tua dalam pembentukan karakter, jasmani dan perkembangan
anak. Faktor sosial ini menyebabkan karakter atau perkembangan anak pada
keluarga nelayan kurang atau monoton. Hal ini terjadi karena kurangnya
pengawasan dan pengarahan dari orang tua tentang tanggung jawab serta hak-hak
bagi anak. Dan juga kurang kesadaran orang tua
yang mengajak anak nya ikut melaut diusia anak yang
masih dini.
Ayah sibuk dengan aktivitasnya sebagai
nelayan di laut, sedangkan ibu sibuk dengan aktivitas rumah tangganya sehingga
akan diberikan kebebasan bergaul sesuai dengan kemampuan dan kemauannya
sendiri. Anggapan orang tua yang penting materi tercukupi berarti orang tua
sudah melaksanakan kewajibannya. Masalah pendidikan dan kebutuhan lainnya
kurang diperhatikan, hal ini menyebabkan rata-rata pola pikir anak nelayan
masih relatif rendah sehingga mudah dipengaruhi oleh lingkungan yang tidak
baik.
B.
Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dalam penelitian
ini adalah:
1.
Bagaimana peranan ibu
dalam mengasuh anak pada
keluarga nelayan di desa Meulingge?
2.
Bagaimana peranan ayah
dalam mengasuh anak pada keluarga nelayan
di desa Meulingge?
C.
Tujuan Penelitian
Tujuan yang ingin dicapai dalam
penelitian ini adalah:
1. Untuk
mengetahui peranan ibu dalam mengasuh anak pada keluarga nelayan di desa Meulingge
Kecamatan Pulo Aceh,
2. Untuk
mengetahui peranan ayah dalam mengasuh anak pada keluarga nelayan di Desa Meulingge
Kecamatan Pulo Aceh
D.
Manfaat Penelitian
Manfaat
penelitian ini adalah:
1.
Manfaat secara teoritis
Penelitian ini diharapkan bisa
menambah wawasan pengetahuan tentang peranan orang tua dalam mengasuh anak.
2.
Manfaat secara praktis
Penelitian ini diharapkan dapat
dijadikan sebagai informasi tentang pengasuhan anak di keluarga nelayan,
memberi masukan bagi Jurusan serta akademisi dan instansi terkait untuk bisa
memperhatikan masalah pendidikan anak di keluarga nelayan. Dan wujud aktivitas mahasiswa dalam menjalankan tugas-tugas
Tri Dharma Perguruan Tinggi, karya ini sangat bermanfaat untuk menambah
khasanah ilmu pengetahuan, khususnya dibidang peranan orang tua dalam mengasuh
anak pada keluarga nelayan.
E.
Definisi Operasional Istilah Penelitian
1.
Peranan
merupakan aspek dinamis kedudukan atau status,
apabila seseorang melaksanakan hak dan kewajibannya maka seseorang tersebut
menjalankan suatu peranan.[6]
Kata peran dan peranan dalam sosiologi sering dianggap sama karena tidak ada
pembatasan secara jelas antara peran dan peranan hanya pada sudah atau tidaknya
sebuah peran itu dijalankan. Peranan adalah peran yang telah dapat dilaksanan
individu yang bersangkutan sesuai dengaan kedudukannya, sehingga untuk mempermudah
dalam pendefinisian kata peranan dalam penelitian ini kata peranan dianggap
sama dengan kata peran.
2.
Keluarga (family)
adalah wadah yang sangat penting di antara individu dan group dan merupakan
kelompok sosial yang pertama di mana anak menjadi anggotanya, dan keluarga
menjadi yang utama dalam mengadakan sosiologi kehidupan anak.[7]
Keluarga merupakan kelompok primer yang paling penting
dalam suatu masyarakat, keluarga merupakan sebuah group atau kelompok yang
terbentuk dari perhubungan laki–laki dan perempuan sehingga sedikit lama
melahirkan dan membesarkan anak anak. Keluarga adalah unit terkecil dari
masyarakat yang terdiri dari kepala keluarga dan berberapa orang yang terkumpul
dan tinggal di suatu tempat dibawah suatu atap dalam keadaan saling ketergantungan.
Jadi keluarga dalam bentuk yang murni merupakan suatu kesatuaan sosial yang
mempunyai sifat-sifat tertentu yang sama.[8]
Keluarga merupakan lingkungan
pertama yang memberi pengaruh terhadap berbagai tata cara dan aspek
perkembangan anak.[9]
Jadi keluarga menurut peneliti adalah sekelompok atau wadah dalam masyarakat yang
hidup secara berkelompok atau bersama yang terdiri dari ayah, ibu dan anak,
yang tinggal dalam satu rumah serta saling membutuhkan antar sesama dan
berkerja sama.
Nelayan diartikan sebagai orang
yang hidup dari usaha menangkap ikan sebagai mata pencaharian hidup pokok. Atau
seorang yang mata pencaharian utamanya adalah dari usaha menangkap ikan di
laut. Yang dimaksud keluarga nelayan dalam penelitian ini adalah suatu keluarga
yang menggantungkan hidupnya melakukan usaha menangkap ikan di laut. Dan secara
umum keluarga nelayan tinggal dekat dengan laut atau masyarakat pesisir laut,
seperti keluarga nelayan desa Meulingge Kecamatan Pulo Aceh yang hidup mereka
berdampingan langsung dengan laut.
3.
Anak
termasuk individu yang mempunyai eksitensi dan memiliki jiwa sendiri serta mempunyai hak untuk tumbuh
dan berkembang secara optimal sesuai dengan warnanya masing masing yang khas,
masa kehidupan anak sebagian besar berada dalam lingkungan keluarga.[10] Anak merupakan amanah dari Allah swt
yang diberikan kepada setiap orang tua, anak juga buah hati, anak juga cahaya
mata,
tumpuan
harapan serta kebanggaan keluarga. Anak adalah generasi mendatang yang mewarnai
masa kini dan diharapkan dapat membawa kemajuan di masa mendatang.
F.
Metode Penelitian
1.
Jenis
Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian
lapangan (Field Research) yang menggunakan
pendekatan kualitatif yaitu pendekatan yang memandang obyek kajian terdiri dari
unsur yang saling terkait dan mendeskripsikan fenomena yang ada. Sesuai dengan
judul yaitu tentang peranan orang tua dalam mengasuh anak pada keluarga nelayan
maka penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif karena permasalahan yang
akan di bahas tidak berkenaan dengan angka angka, tetapi mendeskripsikan,
menguraikan dan menggambarkan tentang peranan orang tua dalam mengasuh anak
pada keluarga nelayan. Selain itu peneliti juga menguraikan gambaran umum dari desa
Meulingge Kecamatan Pulo
Aceh.
2.
Lokasi
Penelitian
Lokasi penelitian adalah obyek
penelitian dimana kegiatan penelitian dilakukan. Penentuan lokasi penelitian
dimaksudkan untuk mempermudah dan memperjelas obyek yang menjadi sasaran
penelitian, sehingga permasalahan tidak terlalu luas. Yang menjadi fokus peneliti
adalah orang tua dan anak-anak keluarga nelayan, Sedangkan yang. dijadikan
lokasi dalam penelitian ini adalah keluarga nelayan di desa Meulingge,
Kecamatan Pulo Aceh, Kabupaten Aceh Besar, Propinsi Aceh.
Di pilihnya daerah ini karena desa Meulingge
letaknya sangat terpisah jauh dari daerah administrasi ibukota, yang berada
paling ujung barat Indonesia
antara Samudera Hindia dan
Selat Malaka,
3.
Subjek
Penelitian
Peneliti mengambil subjek penelitiaan bukan didasarkan
atas strata, random atau daerah tetapi mengunakan sampel bertujuaan atau
puposive sample.[11]
Purposive sample berarti pengambilan sample secara disengaja. Artinya, peneliti
menentukan sendiri sample yang akan diambil. Berdasarkan hasil observasi awal
yang dilakukan peneliti, di desa Meulingge kecamatan Pulo Aceh Kabupaten Aceh
Besar terdapat 114 Kepala Keluarga (KK). Dari 114 KK terdapat 40 KK yang
berprofesi sebagai nelayan. Dari 40 populasi tersebut, peneliti mengambil 15%
populasi sebagai sample yang akan diwawancarai. Jadi, subjek penelitian pada
penelitian ini adalah 6 KK yang berprofesi sebagai nelayan.
4.
Teknik
Pengumpulan data
Teknik
pengumpulan data adalah suatu cara yang digunakan untuk memperoleh data dalam
suatu penelitiaan. Adapun teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian
ini untuk memperoleh data adalah Observasi dan Wawancara.
a.
Observasi
Metode observasi cara yang paling efektif adalah
pengamatan yang mengunakan berberapa sebagai instrumen. Yang meliputi kegiatan
pemuatan perhatian terhadap suatu objek dengan mengunakan seluruh alat indera. Yang
berisi item-item tentang kejadian atau tingkah laku yang terjadi di lapangan, maka
dapat diperoleh suatu petunjuk dari hasil catatan serta proses pengamatan
peneliti untuk dijabarkan lebih lanjut.[12]
Pada tahapan ini peneliti mengunakan paduaan observasi dan penilaian secara
langsung tentang keadaan dan pengamatan masyarakat keluarga nelayan dan
aktifitas anak anak nelayan yang ada di lapangan.
b.
Wawancara
Wawancara adalah proses memperoleh keterangan untuk
tujuan penelitian dengan cara tanya jawab sambil bertatap muka antara
pewawancara (interviewer) yang mengajukan pertanyaan dan yang diwawancarai (interviewer)
yang memberi jawaban atas
pertanyaan.[13]
Wawancara dilakukan melalui tanya
jawab langsung kepada nara sumber yang dapat dilapangan. Pengambilan data dalam
metode wawancara dilakukan secara langsung saat pengamatan, dengan menggunaklan
pedoman wawancara yang telah dipersiapkan terlebih dahulu.
Keuntungan menggunakan metode
wawancara adalah :
1.
Wawancara dapat
digunakan pada responden yang tidak bisa membaca dan menulis.
2.
Jika ada pertanyaan
yang belum dipahami, pewawancara dapat segera menjelaskan.
3.
Wawancara dapat
mengecek kebenaran dari jawaban responden dengan mengajukan pertanyaan
pembanding tau dengan melihat wajah maupun gerak-gerik responden.
Wawancara dalam penelitian ini
dilakukan untuk mengungkap bagaimana sebenarnya peran orang tua dalam mengasuh
anak pada keluarga nelayan Desa Meulingge.
Adapun aspek yang ditanyakan dalam
wawancara dalam penelitian ini meliputi; identitas responden, dan hal yang
berkaitan dengan fokus penelitian (tentang bagaimana peranan orang tua dalam
mengasuh anak dalam keluarga nelayan) dan mendeskripsikan secara bertahap.
5.
Teknik Pengolahan dan Analisis
Data
Tahap
dan proses analisis dan interpretasi data, setidak-tidaknya terdiri atas tiga
komponen penting yang meliputi (1) reduksi, (2) penyajian, dan (3) kesimpulan/
verifikasi.
Sedangkan tahap dan proses selengkapnya meliputi (1)
Pengolahan data, yang terdiri dari kategorisasi dan reduksi data, (2) penyajian
data, (3) interpretasi data dan (4) penarikan kesimpulan-kesimpulan/verifikasi.
Tahap tahap di atas hendaknya dilakukan sedemikian rupa sehingga proses
analisis dan Intepretastasi tersebut dapat menghasilkan suatu kesimpulan yang
sesuai dengan keadaan yang sebenarnya.
BAB
II
LANDASAN TEORITIS
A.
Pengertiaan
Peranan Orang Tua
Kamus Besar Bahasa Indonesia yang
dimaksud dengan peran ialah
perangkat tingkat yang di harapkan dimiliki oleh orang yang berkedudukan dalam
masyarakat, sedangkan peranan adalah :
Tindakan yang dilakukan oleh seseorang disuatu peristiwa[14].
Peranan adalah tindakan yang dilakukan
orang atau sekelompok orang dalam suatu peristiwa, peranan merupakan perangkat
tingkah laku yang diharapkan, dimiliki oleh orang atau seseorang yang
berkedudukan di masyarakat. Kedudukan dan peranan adalah untuk kepentingan
pengetahuan, keduanya tidak dapat dipisahkan satu sama lain. Pengertian Peranan
merupakan aspek dinamis kedudukan (status) apabila seseorang melaksanakan hak
dan kewajibannya maka seseorang tersebut menjalankan suatu peranan[15].
Yang juga meliputi norma-norma yang dihubungkan dengan posisi atau tempat
seseorang dalam masyarakat. Konsep tentang Peran (role). Bisa
diungkapkan sebagai berikut :
1.
Bagian dari tugas utama
yang harus dilakukan oleh manajemen
2.
Pola prilaku yang
diharapkan dapat menyertai suatu status
3.
Bagian suatu fungsi
seseorang dalam kelompok atau pranata
4.
Fungsi setiap variabel
dalam hubungan sebab akibat
5.
Fungsi yang diharapkan
dari seseorang atau menjadi karakteristik
yang
ada padanya
Peranan
merupakan aspek yang dinamis dari kedudukan. Apabila seseorang melaksanakan
hak-hak dan kewajiban-kewajibannya sesuai dengan kedudukannya maka seseorang
tersebut menjalankan suatu peranan. Apabila seseorang menyandang atau memangku sebuah status maka seseorang pasti akan atau harus dihadapkan dengan suatu
peran yang harus laksanakan sesuai dengan status tersebut. Suatu peran adalah
perilaku yang diharapkan dari seseorang yang menduduki suatu status tertentu.[16]
Berdasarkan pengertian tersebut dapat
diambil pengertian bahwa peranan merupakan penilaian sejauh mana fungsi
seseorang atau orang tua dalam mengambil bagian penting dalam hak dan
keawajiban sebagai pelaku pemain peran, hingga pada hakikatnya setiap orang harus
memainkan peranannya sesuai dengan kebutuhan dan kewajiban yang telah
digariskan menurut status tertentu. Kebutuhan
peranan mengacu pada kewajiban, tugas dan hal yang berkaitan dengan
posisi tertentu dalam kelompok.
Tuntutan peranan adalah desakan sosial yang
memaksa seseorang atau individu untuk memenuhi peranannya yang telah dibebankan
kepadanya. definisi lain dari peranan adalah setiap sikap atau prilaku serta
tindakan yang biasa dilakukan oleh orang tua dalam suatu keluarga. Setiap
keluarga adalah penyandang peran tertentu yang perlu dilaksanakan sesuai dengan
beban tugas dan tanggung jawabnya masing-masing yang akan mengarah kepada
pencapaian tujuan yang semestinya dan sesuai keinginan seperti yang seharusnya.
Peran
orang tua yang memiliki pengalaman hidup lebih banyak sangat dibutuhkan
membimbing dan mendidik anaknya. Apabila dikaitkan dengan hak-hak anak, tugas
dan tanggung jawab orang tua antara lain:[17]
1. Sejak
dilahirkan mengasuh dengan kasih sayang.
2. Memelihara
kesehatan anak.
3. Memberi
alat-alat permainan dan kesempatan bermain.
4. Menyekolahkan
anak sesuia dengan keinginan anak.
5. Memberikan
pendidikan dalam keluarga, sopan santun, sosial, mental dan juga keagamaan
serta melindungi tindak kekerasan dari luar.
6. Memberikan
kesempatan anak untuk mengembangkan dan berpendapat sesuai dengan usia anak.
Atas
dasar itu orang tua yang bijaksana akan mengajak anak sejak dini untuk
berinteraksi dengan lingkungan sekitar. Saat itulah pendidikan karakter
diberikan. Mengenal anak akan perbedaan di sekelilingnya dan dilibatkan dalam
tanggung jawab hidup sehari-hari, merupakan sarana anak untuk memahami
menghargai perbedaan di sekelilingnya dan mengembangkan karakter di tengah
berkembangnya masyarakat. Pada tahap ini orang tua dapat mengajarkan
niali-nilai universal seperti cara menghargai orang lain, berbuat adil pada
diri sendiri dan orang lain, bersedia memanfaatkan orang lain.
Orang
tua merupakan contoh keteladanan dan perilaku bagi anak. Oleh karena itu orang
tua harus berperilaku baik. Ibu yang secara emosional dan kejiwaan lebih dekat
dengan anaknya harus mampu menjadi teladan yang baik bagi anak-anaknya baik
dalam bertutur kata, bersikap maupun bertindak. Peran ibu dalam pembentukan
karakter ini demikian besar, sehingga ada pepatah yang mengatakan bahwa “Wanita
adalah tiang negara. Manakala wanitanya baik maka baiklah negara. Manakala
wanitanya rusak, maka rusaklah negara”.
Sementara itu sang bapak sebagai kepala
keluarga juga harus mampu menjadi teladan yang baik. Karena ayah yang terlibat
hubungan dengan anaknya sejak awal akan mempengaruhi perkembangan kognitif,
motorik, kemampuan, menolong diri sendiri, bahkan meningkatkan kemampuan yang
lebih baik dari anak lain. Kedekatan dengan ayah tentunya juga akan
mempengaruhi pembentukan karakter anak.
Banyak faktor dalam keluarga yang
mempunyai peranan penting dalam pembentukan kepribadian anak, salah satunya
adalah faktor pengasuh anak. Karena kelompok sosial yang pertama dikenal oleh
anak dan berinteraksi adalah Keluarga. Karena keluarga merupakan kelompok
pertama primary
group
dalam meletakkan dasar kepribadiaan. Pembinaan dalam keluarga memberi pengaruh
besar terhadap pembentukan watak, karakter dan kepribadiaan anak.
Pembinaan yang baik dan benar akan
menghasilkan watak, karakter dan kepribadiaan yang baik pada anak, demikiaan
pula sebaliknya. Apabila pembinaan dalam keluarga kurang baik atau keliru akan
menghasilkan watak, karakter dan kepribadian yang tidak baik pada anak.[18]
Sehingga pengaruh keluarga dalam pembentukan dan perkembangan kepribadian anak
sangatlah besar artinya. Peran dan tanggung jawab orang tua atau juga bisa
dikatakan tugas ayah dan ibu bukan hanya berkisar sekitar menyediakan
perlindungan, makan, pakaian saja, tetapi bertanggung jawab memberi
perlindungan emosi dan keselamatan dari pengaruh-pengaruh negatif.[19]
Orang tua sangat berperan dalam
meletakkan dasar-dasar perilaku bagi anak-anaknya. Sikap, perilaku, dan
kebiasaan orang tua selalu dilihat, dinilai dan ditiru oleh anaknya yang
kemudian semua itu secara sadar atau tidak sadar diresapinya dan kemudian
menjadi kebiasaan pula bagi anak-anaknya. Hal demikian disebabkan karena anak
mengidentifikasi diri pada orang tuanya sebelum mengadakan identifikasi dengan
orang lain. Setiap
orang tua ingin membina agar anak menjadi orang yang baik, mempunyai
kepribadian yang kuat dan sikap mental yang sehat dan akhlak yang terpuji.
Semua itu dapat diusahakan melalui pola asuh yang baik, baik yang formal maupun
non formal. Setiap pengalaman yang dilakukan oleh anak, baik melalui
penglihatan, pendengaran, maupun perlakuan yang diterimanya akan ikut
menentukan pembinaan pribadinya.
Di
mata anak, orang tua atau ayah ibu adalah figur atau contoh yang akan selalu
ditiru oleh anak-anaknya. Oleh sebab itu, ayah ibu harus mampu memberi contoh
yang baik pada anak-anaknya, memberi pengasuhan yang benar serta mencukupi
kebutuhan-kebutuhannya dalam batasan yang wajar.
Dengan
berkaca pada kondisi saat ini, sudah saatnya orang tua sekarang mengambil peran
lebih untuk mengembangkan karakter dan memberi kesempatan untuk tumbuh dan
berkembang secara optimal agar anak menjadi manusia berkualitas. Dengan
memainkan peranan yang benar dalam mendidik dan mengasuh anak, anak akan tumbuh
dan berkembang secara optimal. Dan yang tidak kalah pentingnya, anak akan
tumbuh menjadi anak yang berkarakter tidak mudah larut oleh budaya buruk dari
luar serta menjadi anak yang berkepribadian baik sebagai aset generasi penerus
bangsa di masa depan.
B.
Definisi
keluarga Nelayan
1.
Pengertian Keluarga
Keluarga (family) adalah wadah
yang sangat penting di antara individu dan group dan merupakan kelompok sosial
yang pertama di mana anak menjadi anggotanya, dan keluarga menjadi yang utama
dalam mengadakan sosiologi kehidupan anak.[20] Dalam pengertian psikologis keluarga adalah
sekumpulan orang yang hidup bersama
dalam tempat tinggal bersama dan masing-masing anggota merasakan adanya
pertautan batin sehingga terjadi saling mempengaruhi, saling memperhatikan, dan
saling menyerahkan diri. Sedangkan dalam pengertian pedagogis, keluarga adalah
“satu” persekutuan hidup yang terjalin oleh kasih sayang antara pasangan dua
jenis manusia yang dikukuhkan dengan pernikahan, yang bermaksud untuk saling
menyempurnakan diri.[21]
Dalam usaha untuk saling melengkapi dan saling menyempurnakan diri itu
terkandung perealisasian peran dan fungsi sebagai orang tua.
Keluarga
merupakan kelompok primer yang paling penting dalam suatu masyarakat, keluarga
merupakan sebuah group atau kelompok yang terbentuk dari perhubungan laki–laki
dan perempuan sehingga sedikit lama melahirkan dan membesarkan anak anak. Jadi keluarga dalam bentuk yang murni
merupakan suatu kesatuaan sosial yang mempunyai sifat-sifat tertentu yang sama.[22]
Keluarga juga menjadikan tempat
sosialisasi yang pertama dimana anak dapat berinteraksi. Pengaruh keluarga
dalam pembentukan dan perkembangan kepribadian anak sangatlah besar artinya.
Banyak faktor dalam keluarga yang mempunyai peranan penting dalam pembentukan
kepribadian, karena keluarga adalah lingkungan yang pertama kali menerima kehadiran
anak.
Dan juga keluarga adalah sekumpulan masyarakat terkecil yang merupakan inti dan
sendi-sendi masyarakat, maka masyarakat yang terbentuk oleh beberapa keluarga
dimana masing-masing keluarga memiliki ciri khusus yang berlainan antara
keluarga yang satu dengan yang lain. Di samping ciri-ciri yang berlainan bentuk keluarga pun tentunya tidak sama. Ada beberapa
pendapat mengenai bentuk keluarga. Bentuk keluarga adalah[23]:
a.
Keluarga kecil, keluarga ini dibentuk berdasarkan pernikahan, biasanya
terdiri dari seorang ibu, ayah dan anak-anak atau tanpa anak. Keluarga ini
bertempat tinggal bersama dalam satu rumah.
b.
Keluarga besar, anggota-anggotanya diikat berdasarkan hubungan darah,
keluarga ini anggotanya tidak hanya terdiri dari ibu, ayah, dan anak tetapi
juga kakek, nenek, keponakan saudara sepupu, dan anggota lainnya. Keluarga
besar tidak selalu bertempat tinggal dalam satu rumah.
2.
Fungsi Keluarga
Dalam keluarga
secara kodrat terdapat pembagian tugas, tanggung jawab, dan fungsi-fungsi. Ayah
merupakan pemimpin keluarga dan bertanggung jawab sepenuhnya dalam lingkungan
keluarga, oleh karena kedudukannya sangat menentukan. Akan tetapi seorang ibu
juga mempunyai tugas, tanggung jawab serta fungsi-fungsi tertentu. Sehubungan
hal itu dalam menyelenggarakan kehidupan keluarga harus diciptakan keharmonisan
dan keserasian antara anggota keluarga sehingga akan tercipta keluarga yang
sejahtera lahir dan batin.
keluarga
mempunyai tanggung jawab dan fungsi fungsi tertentu, yaitu: fungsi pendidikan,
fungsi ekonomi, fungsi keamanan, fungsi sosial dan fungsi agama.[24]
a.
Fungsi Pendidikan
Dalam
pendidikan keluarga, peranan orang tua sangatlah penting. Orang tua disebut
pertama dan utama, orang tua tidak hanya mempunyai kewajiban memberi makan
putra-putrinya atau mengurus pakaiannya saja tapi yang paling penting adalah
mendidik putra-putrinya dengan modal utama kasih sayang.
Pendidikan
oleh orang tua yang diberikan sejak bayi dalam kandungan sampai datang masanya,
anak diajari makan sendiri, mandi sendiri, dan diajari pula melakukan
pekerjaan-pekerjaan ringan, selanjutnya apabila sudah waktunya, anak diberi
pelajaran pendidikan agama, akhlak dan sopan santun. Pendidikan keluarga tidak
hanya meliputi pendidikan rohani saja seperti agama, akhlak dan sopan santun
tapi juga harus memperhatikan pertumbuhan jasmani, seperti mencukupi kebutuhan
gizi anak, olah raga, dan aktivitas lainnya agar pertumbuhan jasmani dan rohani
seimbang.
b.
Fungsi Ekonomi
Fungsi ekonomi
keluarga yaitu untuk menjalankan kewajiban dalam memenuhi kebutuhan ekonomi
anak-anaknya, pada masyarakat sederhana tugas ini dipikul oleh suami, pada
masyarakat modern ini suami istri memikul tanggung jawab ekonomi yang sama
terhadap anak anak mereka.[25]
Fungsi ekonomi
dalam keluarga erat hubungannya dengan tingkat keterampilan keluarga. Pada
umumnya semakin tinggi pengalaman dan keterampilan anggota keluarga, semakin
banyak kesempatan untuk berfungsi dalam ekonomi dan mempunyai kebutuhan ekonomi
serta mempunyai kedudukan ekonomi yang baik.
c.
Fungsi Keamanan
Fungsi
keamanan disini mempunyai makna yang luas, bukan hanya dalam fisik saja
melainkan keamanan kehidupan seseorang baik rohani maupun jasmani. Keluarga
harus tetap menjaga anak dari kecelakaan yang bisa terjadi setiap saat,
misalnya jatuh dari pohon, tertabrak kendaraan, dan lainnya. Keluarga harus
dapat menjaga anak dari penyakit dan mengusahakannya agar selalu sehat.
d.
Fungsi Sosial
Hampir tidak
mungkin seseorang atau keluarga dapat hidup dan berdiri sendiri memenuhi
kebutuhannya tanpa bantuan orang atau keluarga lain. Ini disebabkan karena
keterbatasan manusia dalam segala hal dan sudah merupakan kodrat. Keterbatasan
ini membawa manusia menjadi saling membutuhkan dan saling ketergantungan,
sehingga mengharuskan manusia berhubungan dengan orang lain, saling tolong
menolong dan saling bantu membantu.
Fungsi sosial
adalah untuk membentuk kepribadiaan agar anak sesuai dengan harapan oarang tua
dan masyarakat, di dalam keluarga
anak diberi pengetahuan dasar tentang bagaimana harus hidup bersama orang lain,
anak juga diberi pengetahuaan tentang bagaimana memosisikan diri dalam
kehidupan yang lebih luas di masyarakat.[26]
e.
Fungsi Agama
Agama adalah
segala peraturan dan ketentuan yang berasal dari Tuhan yang diturunkan melalui
Nabi dengan Kitab Suci, yang bertujuan untuk mencapai kesejahteraan umat
manusia baik dunia maupun akherat. Agama juga merupakan sumber pendidikan
paling luhur karena memuat ketentuan- ketentuan yang mengatur segi-segi yang mendasar baik kehidupan manusia,
seperti akhlak, karakter, dan mental manusia.
Dalam
membentuk sikap taqwa bagi anak-anak sangat penting, contoh keselarasan dari
keteladanan orang tua. Dalam keluarga harus dapat diciptakan kehidupan keagamaan
mulai dari pikiran, perkataan, perbuatan dan tindakan berdasarkan ajaran agama.
Proses ini harus dimulai dari orang tua sebagai panutan dan teladan keluarga.
3.
Nelayan
Nelayan sering didefinisikan sebagai
orang yang melakukan kegiatan penangkapan ikan di laut. Nelayan adalah orang yang secara aktif melakukan kegiatan menangkap ikan,
baik secara langsung (seperti menebar dan menarik jaring), maupun secara tidak
langsung (seperti juru mudi perahu layar, nahkoda kapal ikan bermotor, ahli
mesin kapal, juru masak kapal penangkap ikan) sebagai mata pencaharian[27].
Nelayan secara
umum dapat dibagi menjadi beberapa kelompok, yaitu
a.
Nelayan Juragan
Nelayan
juragan adalah nelayan pemilik perahu dan penangkap ikan yang mampu mengupah
para nelayan pekerja sebagai pembantu dalam usahanya menangkap ikan di laut.
Mereka memiliki sawah tadah hujan saja. Nelayan juragan dibedakan menjadi dua,
yaitu:
1) Nelayan juragan laut, bila masih aktif di laut.
2) Nelayan juragan darat, bila sudah tua dan hanya
mengendalikan usahannya dari darat.
3) Nelayan juragan darat, bila sudah tua dan hanya
mengendalikan usahannya dari darat.
Sedangkan
pihak lain yang memiliki perahu dan alat penangkap ikan tetapi bukan merupakan
kaum nelayan asli yang biasanya disebut cukong.
b.
Nelayan Pekerja
Merupakan nelayan
yang tidak mempunyai alat produksi tetapi hanya mempunyai tenaga yang dijual
kepada nelayan juragan tersebut untuk membantu menjalankan usaha penangkapan
ikan di laut. Mereka disebut juga nelayan penggarap. Dalam hubungan kerja antar
sesama nelayan pekerja, berlaku perjanjian tidak tertulis yang sudah dilakukan
sejak ratusan tahun yang lalu. Dalam hal ini juragan berkewajiban mengutamakan
bahan makan dan kayu bakar untuk keperluan operasi menangkap ikan.
Kalau nelayan
pekerja memerlukan lagi bahan makanan untuk dapur keluarga yang ditinggalkannya
selama berlayar, maka nelayan itu harus berhutang lagi pada juragan. Hasil
penangkapan ikan di laut dibagi menurut peraturan tertentu yang berbeda dengan
juragan yang bersangkutan. Umumnya bagian nelayan pekerja selalu habis untuk
membayar utang.
c.
Nelayan Pemilik
Merupakan
nelayan yang kurang mampu yang hanya mempunyai perahu kecil untuk dirinya
sendiri dan alat penangkap yang sederhana, karena itu mereka disebut juga
nelayan perorangan atau nelayan miskin. Mereka tidak memiliki tanah, sawah
untuk diusahakan di musim hujan. Sebagian besar dari mereka tidak mempunyai
modal kerja sendiri tetapi meminjam dari pelepas uang dengan perjanjian
tertentu.
Umumnya keluarga
nelayan baru yang memulai usahanya dari bawah. Masyarakat nelayan paling
sedikit memiliki lima karakteristik yang membedakan dengan petani pada umumnya.
Kelima karakteristik itu adalah[28]:
1) Pendapatan nelayan bersifat harian dan jumlahnya
sulit ditentukan. Selain itu pendapatannya juga sangat tergantung pada musim dan
status nelayan itu sendiri.
2) Dilihat dari pendidikannya, tingkat pendidikan
nelayan maupun anak-anak nelayan pada umumnya rendah.
3) Dihubungkan dengan sifat produk yang dihasilkan
nelayan maka nelayan lebuh banyak berhubungan dengan ekonomi tukar-menukar,
karena produk tersebut bukan merupakan makanan pokok.
4) Bahwa dibidang perikanan membuktikan investasi yang
cukup besar dan cenderung mengandung resiko yang lebih besar jika dibandingkan
dengan sektor lainnya.
5) Kehidupan nelayan yang miskin juga diliputi oleh
kerentanan, misalnya ditunjukkan oleh terbatasnya anggota keluarga yang secara
langsung dapat ikut dalam kegiatan produksi dan ketergantungan nelayan yang
sangat besar pada satu mata pencaharian yaitu menangkap ikan.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa keluarga nelayan adalah
orang yang menggantungkan hidupnya pada sumber daya laut yaitu melalui kegiatan
menangkap ikan. Rumah tangga nelayan pada umumnya memiliki persoalan yang
kompleks dibandingkan dengan rumah tangga petani. Rumah tangga nelayan memiliki
ciri-ciri khusus seperti penggunaan wilayah pesisir dan lautan sebagai faktor
produksi, pendapatan sulit ditentukan karena tergantung pada musim dan status
nelayan, pendidikan nelayan relatif rendah, dan nelayan membutuhkan investasi yang
besar tanpa mengetahui hasil yang akan dicapai.
C. Pengasuhan Anak
Anak pada hakikatnya merupakan
amanat dari Allah SWT yang harus disyukuri, dan sebagai muslim wajib mengemban
amanat itu dengan baik dan benar. Cara mensyukuri karunia Allah tersebut yang
berupa anak adalah dengan melalui merawat, mengasuh, dan mendidik anak tersebut
dengan baik dan benar, agar mereka kelak tidak menjadi anak-anak yang lemah, baik
fisik dam mental, serta lemah iman dan lemah kehidupan duniawinya.
Anak juga cahaya mata, tumpuan
harapan serta kebanggaan keluarga. Anak adalah generasi mendatang yang mewarnai
masa kini dan diharapkan dapat membawa kemajuan dimasa mendatang. Anak juga merupakan ujian bagi
setiap orang tua sebagaimana disebutkan[29]
:
. للَّهَ عِندَهُ
جرٌ عَظيمٌ اعلَمووَ نَّما أَموٰلُكُم أَولٰدُكُم فِتنَةٌ وَأَنَّ
Artinya
:”Dan ketahuilah bahwa hartamu dan anak-anakmu itu hanyalah sebagai cobaan
dan sesungguhnya disisi Allahlah pahala yang besar.” (QS.al-Anfal ayat
28).
Ayat
tersebut di atas, menjelaskan salah satu ujian yang diberikan Allah kepada
orang tua adalah anak-anak. Itulah sebabnya setiap orangtua hendaklah
benar-benar bertanggung jawab terhadap pola asuh serta amanah yang diberikan
Allah Swt sekaligus menjadi batu ujian yang harus dijalankan. Jika anak yang
dididik mengikuti ajaran Islam maka orang tua akan memperoleh ganjaran pahala
yang besar dari hasil ketaatan mereka.Hadits Rasulullah saw yang berkenaan
kewajiban orang tua untuk mengasuh serta membimbing anaknya :[30]
هَلْ
جَمْعَاءَ بَهِيْمَةً الْبَهِيْمَةُ تُنْتِجُ كَمَا
يُمَجِّسَانِهِ، أَوْ يُنَصِّرَانِهِ أَوْ يُهَوِّدَانِهِ
فَأَبَوَاهُ لْفِطْرَةِ،اعَلىَ يُوْلَدُ إِلاَّ مَوُلُودٍ
مِنْ مَا
جَدْعَاءَ؟ مِنْ فِيْهَا
تُحِسُّونَ
Artinya : “Tiada seorang
anak pun yang lahir, kecuali ia dilahirkan dalam keadaan fitrah. Maka kedua
orang tuanyalah yang menjadikan anak itu baragama yahudi, nasrani, atau
majusi. “ (HR. Bukhari – Muslim).
Tentang
tanggung jawab orang tua disebutkan juga dalam hadist ;[31]
مَسْئُولٌ
وَكُلُّكُمْ رَاعٍ كُلُّكُمْ يَقُولُ وَسَلَّمَ
عَلَيْهِ اللَّهُ صَلَّى اللَّهِ رَسُولَ أَنَّ
عَنْهُمَا عَنْ اللَّهُ رَضِيَ عُمَرَ ابْنِ
عَنْ
بَيْتِ فِي
رَاعِيَةٌ وَالْمَرْأَةُ رَعِيَّتِهِ
عَنْ مَسْئُولٌ وَهُوَ أَهْلِهِ فِي رَاعٍ وَالرَّجُلُ
رَعِيَّتِهِ عَنْ وَمَسْئُولٌ رَاعٍ
الْإِمَامُ رَعِيَّتِهِ
رَعِيَّتِهِ عَنْ وَمَسْئُولٌ رَاعٍ وَكُلُّكُمْ رَعِيَّتِهِ
عَنْ وَمَسْئُولٌ سَيِّدِهِ مَالِ فِي رَاعٍ وَالْخَادِمُ رَعِيَّتِهَا عَنْ وَمَسْئُولٌ وَمَسْئُولَةٌ
Artinya:”Tiap-tiap
kamu adalah pemimpin dan tiap-tiap kamu akan ditanya tentang
kepemimpinannya,seorang laki-laki adalah pemimpin didalam keluarganya dia akan
ditanya tentang kepemimpinannya, seorang wanita adalah pemimpin,dia akan
ditanya tentang kepemimpinannya,seorang pelayan adalah pemimpin didalam harta
majikannya,dia akan ditanya tentang kepemimpinannya, seorang laki-laki adalah
pemimpin dalam harta ayahnya,dia akan ditanya tentang kepemimpinannya,maka
tiap-tiap dari kamu adalah pemimpin dan tiap-tiap kamu akan ditanya tentang
kepemimpinannya. (HR.Al-Bukhari dan Muslim).
Fitrah yang dimaksud adalah bahwa
setiap anak yang dilahirkan sudah memiliki potensi-potensi yang harus
diwujudkan dan dikembangkan, potensi-potensi tersebut berupa bakat-bakat
kreatifitas anak yang harus dimunculkan, sehingga bakat tersebut dapat menjadi
acuan bagi kelangsungan hidupnya kelak setelah dewasa. Orang tua hendaklah
teliti dalam perkembangan anak. Potensi beribadah shalat anak haruslah sejak
dini diperhatikan, dimulai dengan mengenal lingkungan sekitar.
Seperti
yang disampaikan oleh Al-Hadits, Shahih Bukhari – Muslim “Setiap orang dari kamu adalah pemimpin, dan kamu bertanggung jawab atas
kepemimpinan”.
Makna dari
istilah tanggung jawab adalah siap menerima kewajiban atau tugas. Arti tanggung
jawab di atas semestinya sangat mudah untuk dimengerti oleh setiap orang. Tanggung
jawab adalah kesadaran seseorang baik orang tua akan tingkah laku atau
perbuatannya yang disengaja maupun yang tidak disengaja. Tangung jawab juga
berarti berbuat sebagai perwujudan kesadaran akan kewajibannya yang harus
dilakukan oleh seseorang dalam kehidupan keluarga maupun masyarakat luas.
Pola asuh merupakan suatu cara yang
terbaik yang dapat ditempuh orang tua dalam mendidik atau membina karakter anak
sebagai perwujudan dari rasa tanggung jawab kepada anak, di mana tanggung jawab
untuk mendidik anak merupakan tanggung jawab primer. Oleh karena anak adalah
hasil dari buah kasih sayang yang dilakukan dalam ikatan tali perkawinan antara
suami dan isteri dalam suatu keluarga. Pola asuh merupakan sikap orang
tua dalam menunjukan otoritasnya dan perhatiaan atau tanggapan terhadapa
keinginan anak, sehingga disebut pola asuh orang tua adalah bagaimana cara
mendidik anak baik secara langsung maupun tidak langsung.[32]
Setiap orang tua ingin membina agar
anak menjadi orang yang baik, mempunyai kepribadian yang kuat dan sikap mental
yang sehat dan akhlak yang terpuji. Semua itu dapat diusahakan melalui pola
asuh yang baik, baik yang formal maupun non formal. Setiap pengalaman yang
dilakui anak, baik melalui penglihatan, pendengaran, maupun perlakuan yang
diterimanya akan ikut menentukan pembinaan pribadinya.
Orang tua adalah pembinaan pribadi yang
pertama dalam hidup anak. Kepribadian orang tua, sikap dan cara hidup yang
dengan sendirinya akan masuk ke dalam pribadi anak yang sedang tumbuh. Perilaku
orang tua terhadap anak tertentu dan terhadap semua anaknya, Perlakuan keras,
akan berlainan akibatnya dari pada perlakuan yang lembut dalam
pribadi anak. Hubungan orang tua ibu dan ayah sangat mempengaruhi pertumbuhan
jiwa anak, hubungan yang serasi, penuh pengertian dan kasih sayang, akan
membawa kepada pembinaan pribadi yang tenang terbuka dan mudah didik, karena
anak akan mendapat kesempatan yang cukup dan baik untuk tumbuh dan berkembang
dengan sendirinya. Tapi hubungan orang tua yang tidak serasi, banyak
perselisihan dan percecokan akan membawa anak kepada pertumbuhan pribadi yang
sukar dan tidak mudah dibentuk, karena anak tidak mendapatkan suasana yang baik
untuk berkembang, sebab selalu tergantung oleh suasana orang tuanya.
Fungsi
orang tua salah satunya mengasuh anak-anaknya. Sebagai pengasuh dan pembimbing
dalam keluarga, orang tua sangat berperan dalam meletakkan dasar-dasar perilaku
bagi anak-anaknya. Sikap, perilaku, dan kebiasaan orang tua selalu dilihat,
dinilai dan ditiru oleh anaknya yang kemudian semua itu secara sadar atau tidak
sadar diresapinya dan kemudian menjadi kebiasaan pula bagi anak-anaknya. Hal
demikian disebabkan karena anak mengidentifikasi diri pada orang tuanya sebelum
mengadakan identifikasi dengan orang lain.
Para orang dewasa cenderung
membesarkan anak-anak mereka dengan cara yang sama seperti mereka dibesarkan
oleh orang tua mereka. Dan juga orang tua dalam mengasuh anaknya dipengaruhi
oleh budaya yang ada di lingkungannya, di samping itu orang tua diwarnai oleh
sikap sikap tertentu dalam memelihara anak, membimbing dan mengarahkan anaknya.
Karena setiap keluarga terutama orang tua, norma, dan alasan tertentu dalam
menerapakan suatu perlakuaan tertentu kepada anaknya. Berberapa faktor yang
mempengaruhi pola asuh orang tua yaitu sebagai berikut[33]
:
a.
Lingkungan tempat tinggal
Lingkungan tempat tinggal suatu
keluarga akan mempengaruhi cara orang tua dalam menerapkan pola asuh. Hal
ini bisa dilihat bila suatu keluarga tinggal di kota besar, maka orang tua kemungkinan akan banyak
mengkontrol karena merasa khawatir, misalnya melarang anak untuk pergi
kemana-mana sendirian. Hal ini sangat jauh berbeda jika suatu keluarga tinggal
di suatu pedesaan, maka orang tua kemungkinan tidak begitu
khawatir jika anak-anaknya pergi kemana mana sendirian.
b.
Sub kultur budaya
Budaya di suatu lingkungan tempat keluarga
menetap akan mempengaruhi pola asuh orang tua. Hal ini dapat dilihat bahwa
banyak orang tua di Amerika Serikat yang memperkenankan anak-anak mereka
untuk mepertanyakan tindakan orang tua dan mengambil bagian dalam
argumen tentang aturan dan standar moral.
c.
Status sosial ekonomi
Keluarga dari status sosial yang
berbeda mempunyai pandangan yang berbeda tentang cara mengasuh anak yang tepat
dan dapat diterima, sebagai contoh: ibu dari kelas menengah kebawah lebih
menentang ketidak sopanan anak dibanding ibu dari kelas menengah ke atas. Begitupun juga dengan orang tua
dari kelas buruh atau nelayan lebih menghargai penyesuaian dengan standar
eksternal, sementara orangtua dari kelas menengah lebih menekankan pada
penyesuaian dengan standar perilaku yang sudah terinternalisasi.
BAB III
GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN
A.
Gambaran
Umum Lokasi Penelitiaan
Mengingat Indonesia merupakan negara
kepuluan yang terdiri atas beberapa pulau besar maupun kecil, sebagai negara
Republik Indonesia memiliki wilayah perairan yang lebih luas bila dibandingkan
dengan luas daratannya. Melihat komposisi wilayah kepulauan Indonesia memiliki
potensi yang cukup penting terutama potensi yang terkandung di dalam laut, dimana
memiliki kekayaan yang besar bukan hanya jenis ikan yang beragam, tetapi juga
jenis hayati lain yang hidup diperairan Indonesia.
Di Kecamatan Pulo Aceh, diketahui bahwa
ada begitu banyak peluang bagi nelayan karena melihat potensi alam yang di mana terdapat pantai
sebagai tempat wisata dan juga wisata
sejarah yaitu MERCUSUAR Ujong Puneu yang dibangun oleh Pemerintah
Belanda Tahun 1817. Kecamatan Pulo
Aceh dibagi kepada tiga kemukiman yaitu Kemukiman Pulau Nasi, Kemukiman Pulau
Breuh Selatan, Kemukiman Pulau Breuh Utara dan 17 desa. Termasuk
desa Meulingge dengan
Kemukiman Pulo Beras Utara dengan Kabupaten Aceh Besar Propinsi Aceh,
Indonisia. Dengan Kondisi topografi desa-desa di Pulo Aceh umumnya terletak di
tepian pantai (desa nelayan), di sekitar perbukitan (desa petani/perkebunan)
dan di area dataran (kawasan perdagangan dan jasa).
1.
Kondisi Geografis
Kecamatan
Pulo Aceh,[34] adalah salah satu dari kecamatan
yang ada di Kabupaten Aceh Besar dan merupakan satu-satunya kecamatan kepulauan
di Kabupaten Aceh Besar, yang terbentuk berdasarkan PP No. 5 tahun 983 dengan
ibu kota Lampuyang. Selanjutnya berdasarkan UU nomor 37 tahun 2000 Kecamatan
Pulo Aceh juga Termasuk dalam Wilayah Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas
Sabang.
Secara
administrasi Kecamatan Pulo Aceh terdiri dari tiga kemukiman (kesatuan wilayah administrasi yang
berada antara kecamatan dan desa ) dan 17 desa. Setiap mukim dipimpin oleh
seorang kepala mukim dan untuk tingkat desa dipimpin oleh seorang keuchik. Luas
wilayah Kecamatan Pulo Aceh mencapai 240,75 Km2.
NO
|
KEMUKIMAN
|
DESA
|
1
|
Pulau
Nasi
|
Alue
Riyeung. Rabo. Lamteng. Dedap. Pasi janeng.
|
2
|
Pulau
Beras Selatan
|
Lampuyang.
Gugop. Lhoh. Ulee Paya. Seurapong. Blang Situngkoh. Paloh. Teunom.
|
2
|
Pulau
Beras Utara
|
Rhinon.
Meulingge. Lapeng. Alu raya.
|
Sumber
: Kantor Kecamatan Pulo Aceh (2012)
Adapun
batas Wilayah Pulo Aceh adalah sebagai berikut :
1. Sebelah
Utara berbatasan dengan Selat Malaka
2. Sebelah
Selatan berbatasan dengan Kecamatan Peukan Bada
3. Sebelah
Timur berbatasan dengan Selat Benggala
4. Sebelah
Barat berbatasan dengan Samudera India
Pulau-pulau dalam gugus
kepulauan Pulo Aceh terdiri dari sepuluh Pulau, 3 (tiga) Pulau berpenduduk dan 7 (tujuh)
pulau lainnya tidak berpenghuni di antaranya, Pulau Jroeh, Pulau
Tengkurak, Pulau Tuan Di Payed, Pulau U, Pulau Sidom, Pulau Geupon Dan Pulau
Lhee Blah Atau Pulau Benggala.
2.
Keadaan Penduduk
Penduduk di desa Meulingge mayoritas
suku Aceh asli, di mana
masyarakat tersebut masih sangat kental dengan adat istiadat yang turun temurun
masih melekat hingga saat sekarang ini. Hubungan kekerabatan yang sangat erat
antara penduduk yang satu dengan yang lain, menimbulkan adanya rasa solidaritas
antara penduduk cukup baik, hal ini merupakan suatu aspek yang sangat penting
dalam menunjang kerjasama dan menjalin hubungan dalam proses kehidupan
bermasyarakat.
Desa Meulingge merupakan salah satu desa
yang ada di Kecamatan Pulau Aceh yang berada paling ujung kepulauan dengan
jumlah penduduk pada tahun 2012 berjumlah 244 jiwa. Jumlah tersebut terdiri
dari 138 laki-laki serta 106 perempuan, dengan jumlah kepala keluarga sebanyak
83. Jumlah tersebut cukup sedikit jika dibandingkan dengan data tahun 2010
sebanyak 244 jiwa, pada tahun 2009 sebanyak 251 jiwa serta pada tahun 2008
sebanyak 369 jiwa.[35]
Di Desa Meulingge itu sendiri mengalami
adanya pengurangan penduduk karena disebabkan oleh faktor perkawinan atau
perpindahan penduduk ke desa lain dan faktor pencarian ekonomi.
3.
Mata Pencaharian
Masyarakat yang ada di Desa
Meulingge pada umumnya bermata
pencaharian pada sektor perikanan-perkebunan. Sebagai masyarakat yang banyak
menggantungkan hidupnya dari mata pencaharian sebagai nelayan dan juga
perkebunan, secara mutlak kondisi eknominya banyak dipengaruhi iklim wilayah
antara iklim laut dan iklim tanah, kehidupan masyarakat Meulingge berdasarkan
ekonomi nelayan sering mengalami ketidakseimbangan karena tingkat penghasilan
yang tidak menentu, diakibatkan oleh harga jual hasil perikanan yang
kadang-kadang stabil dan kadang-kadang sangat rendah, dan juga besar
pengaruhnya oleh keadaan cuaca atau angin laut, banyak masyarakat Meulingge
ketika musim angin barat biasa terjadi pada bulan Juli – Januari masyarakat
beralih profesi atau berpindah mata pencariaannya sebagai berkebun. Dan ketika
angin melemah masyarakat kembali menjadi nelayan. Kendalan sosial ekonomi yang
terjadi berakibat kepada keakraban masyarakat yang erat dan tinggi, tokoh
informan atau yang dituakan dan tokoh agama mendapat penghormatan yang
tinggi dalam masyarakat dalam hal
menyelesaikan permasalahan atau perselisihan.
4.
Sarana dan Prasarana
Berdasarkan hasil observasi yang
peneliti lakukan dilapangan bahwa selain kondisi keadaan alam, keadaan penduduk,
dan mata pencaharian. Di desa
Meulingge juga dilengkapi oleh beberapa
fasilitas atau berupa sarana dan prasarana umum, dan tentunya dimanfaatkan dan
ada juga yang tidak terpakai, karena kurangnya sumber daya manusianya.
antara
lain sarana peribadatan, sarana dan prasarana kesehatan, sarana pendidikan,
sarana umum lainnya, dan pengelola sarana dan prasarana. Untuk lebih jelasnya
dapat dilihat pada tabel berikut ini :
Tabel 4. Distribusi Fasilitas atau
Sarana dan Prasarana Umum di Desa Meulingge
NO
|
Fasilitas Umum
|
Jumlah
|
Keterangan
|
1
|
Mesjid
|
1
|
Terpakai
|
2
|
Meunasah
|
1
|
Tidak
Terpakai
|
3
|
Posyandu
|
1
|
Tidak
Terpakai
|
4
|
Gedung
Serbaguna
|
1
|
Tidak
Terpakai
|
5
|
Sekolah
Dasar
|
1
|
Terpakai
|
6
|
Lapangan
Olah Raga :
a. Sepak
bola
b. Bola
Volly
|
1
1
|
Terpakai
Tidak
Terpakai
|
7
|
TPA
|
1
|
Tidak
Terpakai
|
8
|
Dermaga
|
1
|
Swadaya
Masyarakat
|
9
|
Jalan
utama
|
Dalam
proses perbaikan
|
|
Jumlah
|
10
|
Sumber
: Hasil Observasi Peneliti 2013
Berdasarkan
tabel di atas dapat digambarkan beberapa potensi terkait dengan sarana dan prasarana
umum di desa Meulingge , mungkin
salah satunya adalah pada lapangan olahraga dimana terdapat 2 (dua) lapangan
yaitu bola kaki dan Bola Volly, kedua jenis olahraga ini banyak ditekuni dan
digemari oleh masyarakat muda desa
Meulingge. Selain itu dibidang prestasi olahraga tersebut
telah memperoleh beberapa piala dari pertandingan baik itu tingkat desa maupun
sampai kepada tingkat kecamatan. Itu dapat dilihat dipajangan kedai kopi desa Meulingge. Untuk
jalur tranportasi
laut atau dermaga berada dalam kondisi rusak dan masih perlu perbaikan.
5.
Potensi Ekonomi
Pertumbuhan ekonomi suatu daerah sangat
ditentukan adanya sumber daya ekonomi yang dimiliki oleh daerah yang
bersangkutan, karena desa
Meulingge merupakan jalur akses dengan Ibu kota Banda Aceh, maka perkembangan
ekonominya sangat dipengaruhi oleh perkembangan ekonomi dari kota Banda Aceh
itu sendiri.
Adapun hasil produksi perikanan dan
perkebunan di desa
Meulingge sebagian besar hasil tangkapan para nelayan atau hasil pengolahan
ikan dan perkebunan dijual, baik itu melalui pedagang besar maupun langsung
dipasarkan sendiri yang ada di Ulee Lhue Banda Aceh. Namun untuk hasil proses
penangkapan ikan masyarakat desa Meulingge masih tergolong tradisional yang
dengan mengunakan pancing dan pukat dengan perahu yang relatif kecil yang hanya
beroperasi di kawasan sekitar kepulauan desa Meulingge, yang menyebabkan kalah
bersaing dengan pelaut pendatang atau perahu yang diluar kepemilikan warga desa
Meulingge.
6.
Pendidikan
Perkembangan suatu bangsa ditentukan
oleh kualitas sumber daya manusianya serta kualitas intelektual masyarakatnya,
salah satu bentuk usaha dalam pengembangan sumber daya manusia ini adalah
meningkatkan mutu pendidikan. Masyarakat yang ada di desa Meulingge merupakan bagian dari tuntutan yang telah
dikemukakan sebelumnya mengingat bahwa pendidikan merupakan hal yang terpenting
bagi masa depan yang baik untuk setiap orang.
Kenyataannya tingkat pendidikan yang ada
di desa Meulingge tidak seperti yang diharapkan sebab di desa
tersebut hanya memiliki sarana pendidikan di tingkat Sekolah Dasar (SD) saja selain itu
juga masyarakat yang ada di desa tersebut tidak terlalu mementingkan dunia
pendidikan. Ini dapat dilihat dengan tidak tersedianya SDM (sumber daya manusia)
yang memadai pada desa tersebut. Seperti yang dilihat pada hasil observasi
peneliti anak - anak yang sekolah di SD tersebut masih kurang dalam ilmu
pendidikan dan masih minim pengetahuaan. Baik di ruang maupun di luar ruangan
sekolah.
7.
Kesehatan
Untuk
menjaga dan menfasilitasi penduduk desa Meulingge dalam bidang kesehatan,
pemerintah telah menbangun pusat pelayan terpadu (Posyandu), dan poliklinik desa
(Polindes) namun untuk sember daya manusianya atau perawatnya masih sangat kurang,
apalagi obat obatan untuk warga. Masyarakat desa Meulingge jika ada mengeluh
masalah kesehatan maka harus pergi ke Ibukota Kecamatan yaitu desa Lampuyang
yang jarak 4 kilometer dan itu belum tentu ada perawat setiap hari, sehingga
warga desa sampai sekarang masih mempercayai pengobatan tradisional dari tokoh adat
setempat dan itu adalah solusi terakhir yang ada di desa Meulingge.
B.
Hasil
Penelitian
Peranan Keluarga
Nelayan Dalam Mengasuh Anak
Sebagaimana telah dikemukakan di muka bahwa
keluarga merupakan lingkungan pertama di mana anak mulai mengembangkan dirinya
sebagai makhluk sosial. Dengan demikian kondisi keluarga dan peranan orang tua akan sangat mempengaruhi cara pandang,
cara sikap dan pola tingkah laku anak termasuk perkembangan kejiwaannya. Secara
umum, peneliti menyadari adanya perbedaan positif antara peran ayah dan peran
ibu dalam mengasuh anak. Komitmen dan pembagian tugas yang terarah dan terencana
dengan baik menjadi kunci keberhasilan pasangan suami-isteri atau orang tua dalam mengasuh dan bimbingan
anak-anaknya. Sebagian besar dari hasil penelitian mengakui adanya kesepakatan
antara ayah dan ibu dalam hal memainkan
peran dan tugas mengasuh anak, hal ini terungkap dari salah satu di antara
pasangan suami-isteri dan juga sebagai keuchik gampong Meulingge bahwa :
“kami dalam hal mengasuh anak-anak biasanya
seperti sudah terbagi sendiri tugas-tugasnya baik dalam hal sekolah maupun
lain-lainya, walaupun anak – anak lebih memanjakan diri kepada ibunya dari pada
ayah, kalau ayah lebih kepada penekanan kepada sesuatu yang mana yang harus dan
tidak harus dilakukan oleh anak dan pembuat keputusan, tapi kalau yang sudah
besar mereka sudah mengerti sendiri tanpa banyak yang harus kita arahkan lagi.
Dan kalau ibu lebih sering kepada mejaga diri mereka untuk tidak melakukan hal-hal
yang tidak boleh dalam agama“[36]
Hasil pengamatan penelti
menunjukkan anak-anak yang masih dalam perhatian khusus adalah anak–anak yang
masih sekolah, serta yang sudah mandiri orang tua di sana memberi kelongggaran
untuk menentukan arah hidupnya. Perannya
sebagai orang tua sudah longgar kepada anak khususnya anak laki-laki.Yang
penting mereka taat adat istiadat yang ada di desa Meulingge.[37]
Orang tua di desa Meulingge secara
bergantian mendampingi anak menyelesaikan tugas-tugasnya seperti membimbing
anak ketika belajar di rumah atau menyelesaikan tugas-tugas sekolah-nya. Para
orang tua tersebut juga secara intensif melakukan pengawasan dan bimbingan yang
sangat diperlukan oleh anak-anak mereka dalam setiap aspek petumbuhan dan
perkembangannya.
Figur seorang ayah memegang peranan penting
tidak hanya sekadar mencari nafkah untuk keluarga, tetapi juga berkaitan dengan
mengasuh dan perkembangan anak. Di samping memainkan peranan sebagai penyedia
dan pemberi fasilitas, pemberi perlindungan, pembuat keputusan, dan kepala
keluarga. Pengaruh peran seorang ayah yang paling kuat juga terletak pada
pencapaian prestasi belajar anak dan hubungan sosial yang harmonis.
Saya memang banyak kesibukan di luar rumah. Tapi untuk mengurus atau
menjaga anak memang sudah tanggung jawab saya dan hak saya sebagai keluarga, walau sibuk melaut
nanti ketika ada waktu luang saya juga memberikan dorongan mental maupun
semangat dalam hal sekolah atau pergi mengaji dan yang lainnya. Walau sebenarnya
juga anak harus mengerti juga resiko saya sebagai nelayan desa yang hanya punya
sebatas ilmu dan adat yang kami punyai.[38]
Peneliti melihat disini bahwa anak yang
disuruh mengaji adalah anak yang masih sekolah di tingkat dasar, tapi anak yang
sudah besar tidak lagi dipaksa, itupun
agama masih kurang karena juga orang tuanya masih juga kurang dalam pengetahuan
agama, ini didapat dari perkataan anaknya. Dari hasil pengamatan lainnya juga dengan gamblang sebagian orang tua mengetahui tanggung
jawabnya sebagai orang tua, namun waktulah alasan para nelayan yang jarang
berkomunikasi dengan anak dan mengurus anak-anak mereka, seakan anak dipaksa
mengerti keadaan orang tua yang membuat mereka belajar dengan pengamatan panca
inderanya.[39]
Para masyarakat desa Meulingge pada umumnya
beranggapan bahwa dengan keterlibatan ayah dalam pengasuhan akan memberikan
efek positif dalam pertumbuhan dan perkembangan anak termasuk dalam hal-hal
memotivasi anak untuk mencapai prestasi terbaik dalam proses pembelajarannya di
sekolah. Di samping itu pula, keterlibatan ayah dalam pengasuhan akan
menjadikan anak mempunyai kesempatan yang lebih besar untuk menjalin hubungan
dengan ayahnya dan selanjutnya mengalami proses yang kaya dalam perkembangannya
karena stimulasi yang diberikan ayah berbeda dari yang diberikan oleh ibu.
Meski demikian, peran ayah dalam proses pengasuhan ini menurut sebagian
masyarakat nelayan di desa lebih bersifat individual.
Hal ini berbeda dengan ibu yang dikatakan
mempunyai naluri untuk berperan sebagai ibu dan memiliki kepribadian yang
secara umum berbeda dengan kepribadian seorang ayah. Apapun kewajiban yang
mendasari peran ayah sebagaimana telah menjadi hasil wawancara peneliti, ada
hal yang menarik untuk ditekankan dari tanggapan para masyarakat bahwa ada hal
efek positif dari keterlibatan seorang ayah dalam pengasuhan. Ayah yang
terlibat dalam pengasuhan diyakini akan
memberikan efek positif dalam pertumbuhan dan perkembangan anak, termasuk dalam hal pencapaian prestasi belajar anak
secara keseluruhan. Dan juga dalam hal segi
sosial yang hidup berdampingan dengan masyarakat disekitar dan juga menjadi
panutan untuk mencari jati diri dan kebahagia hidup walau hanya sebagai
keluarga nelayan yang tergolong disibukan dengan aktifitas melaut dari pada
berada di tempat lain, yang membuat diri seorang
anak yang berkerja keras dan lebih banyak belajar otodidak. Kadang orangtua
lebih melibat anak-anak
untuk membantu orangtua dari pada bergaul bebas,
orangtua di sana menganggap lebih baik
anak-anak membantu pekerjaan
orang tua setelah selesi
belajar dari pada harus kumpul dengan kawan-kawannya
yang belum tentu baik dan takut terjerumus ke dalam hal-hal yang kurang baik. Seperti hasil wawancara dengan
ibu Yus :
Anak – anak di sini nak, sering bahkan harus membantu ayah atau ibu dari pada harus
ketempat lain, bermain atau sebagainya. Biasanya anak saya setelah pulang
sekolah dia langsung mengembala kambing, nanti kalau ayahnya sudah pulang dari
laut baru anak saya ke dermaga untuk membantu hasil
tangkapan ikan. Itu lebih baik dari pada keluyuran yang tidak ibu tau.
Saya mendidik anak dengan menyuruh sekolah
belajar dan mengaji, sedangkan untuk mencari rizki itu sudah tugas bapak kalau
saya berkerja di rumah tapi tidak berpenghasilan cuma melakukan bersih bersih
rumah[40].
Hasil pengamatan di rumah ibu Yus
memang benar bahwa anaknya sedang mengembala kambing, serta ibu Yus sibuk
mebelah kayu bakar untuk keperluan alat masak dapur, seakan pekerjaan kecil
tanpa disuruh anaknya sudah mengerti mengerjakan dan juga terungkap dari hasil
pembicaraan bahwa yang paling suka adalah mebantua ayah di pesisir laut.[41]
Berarti
bisa diambil kesimpulan bahwa peranan ibu dalam mendidik anak lebih kepada
penekanan pengawasan melalui pekerjaan anak, dengan begitu anak tidak jauh dari
pengawasan serta pengamanan orangtua, serta dengan begitu anak akan menemukan
sendiri kehidupan sosialnya dalam masyarakat. Namun bisa dilihat dengan begitu
pengawasan agama agak berkurang karena setiap hari anak disibukkkan dengan
pekerjaannya dan dimalam hari anak akan cepat tertidur sebab kelelahan di siang
hari.
Pengaturan atau
pengelolaan rumah tangga merupakan tugas utama para orang tua nelayan, kegiatan ini seolah-olah
tidak mengenal waktu dalam pelaksanaannya. Khususnya para ibu rumah tangga, tugas
ini antara lain berkaitan dengan penyiapan makan dan minum bagi segenap anggota
keluarga seperti mengasuh, mendidik, menjaga dan mengarahkan anak-anak terutama
bagi yang belum dewasa mengurus, membersihkan mencuci dan membereskan rumah
termasuk menjaga kebersihan dan kerapian pakaian segenap anggota keluarga dan
juga membantu suaminya. Melihat tugas ke rumah-tanggaan yang
harus dipikul oleh seorang ibu rumah tangga tidak mempunyai waktu lagi untuk
kegiatan yang lain. Begitu bangun dari tidur mereka telah dihadapkan dengan
setumpuk tugas yang harus dilakukan.
Memandang
masyarakat sebagai sistem yang terdiri atas bagian yang berkaitan dengan agama,
pendidikan, struktur publik, sampai kepada pengurusan rumah tangga yang
dialami. Berikut hasil wawancara dengan ibu Rauzah :
“Para ibu-ibu yang ada di desa ini biasanya
memulai kegiatan rumah tangga sekitar pukul 05.00 WIB. Mulai dari menyiapkan
makanan untuk semua anggota keluarga, termasuk bekal suami di laut,
perlengkapan sekolah anak, dan bersih-bersih rumah, ini semua merupakan tugas
yang pertama kali dikerjakan. Memasak atau mengolah bahan mentah menjadi bahan
yang siap dihidangkan untuk dimakan anggota keluarga merupakan tugas kedua yang
harus dikerjakan. Tugas ini dikerjakan
setelah suami pergi ke laut dan anak-anak pergi ke sekolah. Seperti juga mencari
kayu bakar memberikan makan ternak. Disini juga kebanyak ibu-ibunya pergi ke ladang atau berkebun
untuk menambah penghasilan keluarga.” [42]
Menurut
pengamatan peneliti kegiatan rumah tangga dimulai setelah shalat subuh, kaum
ibu memasak, mencuci, membersihkan rumah serta menyiapkana pakaian sekolah
anak. Peran sebagai orang tua memang
sangat terlihat ketika pagi hari, namun jika siang sampai sore itu terasa sepi
karena ibu pergi ke ladang dan ayah melaut, maka waktu itu lah yang
dimanfaatkan anak-anak untuk bermain di pintu rimba hutan, baik itu memetik buah atau mencari anak ikan
di sungai yang mengalir ke laut.[43]
Seorang
istri atau ibu rumah tangga yang baik sering dinilai motor penggerak keluarga
apalagi di pagi hari, dari hal mengrus anak-anak ke sekolah dan juga menyiapkan
keperluan suami dan juga keterampilan memasak. Walau
kegiatan ini sering juga dibantu oleh anak-anak perempuan mereka. Namun, anak
laki-laki hanya mempersiapkan keperulaannya saja. Oleh sebab itu, anak laki-laki
sangat kecil perannya dalam hal rumah tangga. Anak laki-laki seolah terbebas
dari pekerjaan kerumahtanggaan termasuk mencuci pakaian, atau
mengurus rumah. Menurut hasil wawancara, mengatakan bahwa :
“Jika
bukan waktu sekolah tugas dari anak laki-laki adalah membantu ayahnya menangkap
ikan di laut. Karena itu memang
pekerjaan yang mereka tangani adalah yang berkaitan dengan kenelayanan,
kalau untuk anak laki-laki yang belum dapat diajak melaut, diberi tugas untuk
membersihkan berbagai peralatan melaut seperti membersihkan jaring dari
kotoran-kotoran selepas digunakan oleh bapaknya untuk menangkap ikan, atau
membereskan dan membersihkan perahu setelah digunakan berlayar menangkap ikan.
Dan juga membawa hasil tanggkapan ayahnya.”[44]
Itu
terlihat jelas di lapangan bahwa memang anak laki-laki membantu ayahnya melaut
tanpa harus penjelasan ini tergambarkan pendapatan ekonomi berat ketergantungan
di laut dan hasil tangkapan ikan. Mulai dari merawat perahu, memperbaiki jaring
dan lain sebagainya yang membuat anak – anak di sana telalu disibukkan dengan
aktifits melau hingga melupakan pendidikan informasi tentang perkembangan
teknologi zaman yang semakin maju dan modern[45].
Dari penuturan
di atas
tergambar bahwa anak laki-laki hanya
memiliki peran sedikit di dalam rumah tangga, sebab waktu yang mereka miliki
lebih kepada kegiatan yang ada di luar rumah tangga, baik itu hanya sekedar nongkrong dengan teman-temannya hinggga
menghabiskan waktunya dengan membenahi perlengkapan melaut bapaknya.
Istri nelayan yang ada di desa Meulingge selain
melaksanakan tugas kerumahtanggaan dan membantu mencari penghasilan tambahan
bagi kebutuhan hidup keluarganya, mereka juga masih aktif dalam kegiatan-kegaiatan
sosial kemasyarakatan. Itu terlihat dari kegiatan mengahadiri pengajiaan yang
diadakan seminggu sekali. Untuk
meningkatkan pengetahuaan agama dan ketenangan jiwa yang nanti akan menjadi
ilmu atau mengetahui cara cara mengasuh anak seperti yang mereka dapat dari
pengajiaan. Dan di situlah ilmu pertama untuk mengasuh anak dalam usia yang
masih belia atau sekolah. Untuk
tidak anaknya terjerumus dalam hal-hal yang maksiat atau yang dilarang agama
dan untuk menjadi modal dimasa depan yang tidak mereka dapatkan disekolahnya.
“Untuk masalah mendidik anak saya
tak begitu yakin akan ilmu yang mereka dapatkan di sekolah karena anak
anak juga lupa dan hanya sebatas ilmu dunia saja. jadi kami selaku orang tuanya
tak segan-segan dalam memberi arahan kepada mereka dan tata cara hidup
bermasyarakat dan menanamkan adat istiadat yang ada di desa ini dan juga
mengahargai alam. Walau nantinya anak-anak sendiri yang memilih jalan mereka
ketika besar nantinya, kami hanya bisa menasehati. Terserah nantinya dia mau
jadi apa atau ke mana. Karena kalau anak yang sudah besar kami menggapnya sudah
bisa mencari sendiri jalannya. Untuk urusan mengaji kami memberinya kepada guru
ngaji namun hanya
seminggu dua kali. Lainnya mereka belajar di rumah.”[46]
Dari hasil wawancara diatas dan
hasil pengamatan peneliti, memang terjadi di lapangan, tentang kesenjangan anak
laki-laki yang beranjak dewasa tidak terlalu dituntun lagi oleh orang tua desa
Meulingge. Orang tua hanya membimbing anak mereka yang masih masa pendidikan.
Itu terlihat dari kesenjangan antara Ibu dan anak laki-laki yang sudah mulai
menjauh atau tidak lagi mendengar aturan atau arahan orang tua.[47]
Dari hasil observasi menunjuk
bahwa memang orang tua dalam peranannya hanya mengarahkan saja tanpa ada
tindakan tindakan khusus yang membuat anak begitu bebas dalam pergaulan maupun
dalam mengambil sikapnya sebagai anak-anak yang biasa hidup bebas dan tanpa
aturan yang mengikat diri dari peraturan peraturan kehidupan. Pengajiaan yang diberikanpun
hanya sebatas seminggu dua kali dan itupun belum tentu anak terjadwal selalu
untuk mengikuti pengajiaan. Maka dari itu anak dalam kehidupan sosialnya sering
meniru dan pergaulan sebelumnya seakan nantinya berjalan satu arah, jika anak
sering bergaul dengan kelompok baik maka anak tersebut akan baik, jika anak
bergaul dengan kelompok buruk maka itu akan menyesatkan nantinya.
Peran dan tanggung jawab orang tua terhadapa anak serta
pengawasan dan membimbing, akan berpengaruh besar bagi anak. Karena keluarga
guru pertama dan terdekat serta figur bagi anak. Apapun yang orang tua lakukan
maka anak akan meniru baik secara langsung maupun tidak langsung.
Peran saya sebagai seorang dalam mendidik anak di
sini tidak lain selain membimbing dan mengawasi anak anak
kami dalam belajar dan pergawulan dalam masyarakat. Di dalam keluarga di desa Meulingge
rata – rata yang berkewajiban untuk mencari nafkah untuk keluarga adalah
laki-laki selaku kepala keluarga. Iya di desa Meulingge ini rata – rata sebagai
kepala keluarga di sini berkerja untuk memenuhi semua kebutuhan keluarga. Dari
hasil penghasil kami sebagai nelayan dan berkebun, kami merasa cukup untuk
memenuhi kebutuhan pendidikan anak – anak kami di sekolah maupun di luar
sekolah. Kami sebagai kepala keluarga sudah kewajiban kami menjaga anak–anak
kami dan memerhatikan tentang kesehatan di-keseharian mereka. Dalam masalah lingkungan bersosial
kami selalu mengajarkan untuk saling menghormati orang lain dan saling tolong
menolong dalam hidup bermasyarakat. Dalam berlajar agama, kami sebagai orang tua
berkewajiban penuh membimbing dan mengajari anak–anak kami tentang agama. Iya
kami selaku seorang bapak sudah seharusnya kami mengajari anak-anak kami shalat
dan menyuruh mereka untuk melakukannya. Iya
hal tersebut sudah menjadi kebiasan anak–anak di sini yang sudah besar
untuk pergi nelayan dan membantu orang tua.[48]
Jelas bahwa ayahlah yang berkewajiban mencari nafkah
untuk kehidupan keluarga, karena ayah ketika pagi hari sudah mulai melaut dan
pulang pada sore hari, sehingga anak–anaknya hanya mendapat pengawasan hanya
pada waktu malamnya saja. Sehingga pengetahuaan mengenai
kehidupan sosial dan agama sangat berkurang, apalagi dari pengakuaan orang tua
di sana ilmu pengetahuaan agamanya juga terbatas makanya mereka jarang mengajar
anak untuk mengaji apalagi mengajarkan anak tentang pengetahuan dunia karena
kebanyakan orang tua di sana tamatan Sekolah Menengah Pertama (SMP). Hanya tahu
cara melaut sehingga perkerjaan yang lain atau pengetahuaan luarnya jarang di dengar.[49]
Namun jika diperhatikan lebih mendalam, pengamatan
peneliti menunjukkan anak-anak di desa Meulingge hanya di suruh shalat ketika
waktu maghrib tiba, tapi di waktu lain seakan orang tua lupa atau menunda-nunda
waktu. Dalam menghormati kepada yang orang lain memang sangat baik itu terlihat
dari cara mereka berjalan menunduk di depan orang yang lebih tua darinya dan
taat dalam membantu orang tua berkerja. Tolong menolong dalam kehidupan
bermasyarakat sungguh besar dan juga merupakan istiadat warga desa Meulingge
dan mereka lakukan dengan tulus ikhlas serta empati terhadap sesama masyarakat. Dan itu juga
ciri khas kehidupan masyarakat pesisir.[50]
Untuk anak-anak yang sudah
besar kebanyakan orang tuanya melepaskan tanggung
jawab semua kepada anak itu
sendiri dan mereka belajar bertanggung jawab atas diri mereka
sendiri. Terserah anak-anak mau ikut bapak ke laut atau mencari pendidikan yang
lebih tinggi karena kebanyakan masyarakat di sana kurang mampu walau sebagian
juga ada masyarakat di sana yang bisa membanggakan diri dengan merantau ke luar
kampung halamannya.
Untuk mengasuh anak, orang tua desa Meulingge
yaitu melihat atau meniru dari keluarga yang lainnya karena kebanyakan orang tua
hanya terbatas pendidikannya. Oleh karena itu masyarakat di sana merujuk kepada
hukum adat yang ada dan hukum agama,
maka terlihat jelas mengenai pergaulan antara laki-laki dan perempuan
masih sangat kental terlihat pada masyarakat desa Meulingge. Kentalnya konsep
menghargai ini diakibatkan oleh pola berfikir yang cenderung tradisional.
Masyarakat Meulingge masih mempertahankan nilai-nilai dan norma-norma dalam
tradisi kebudayaan dan kepercayaan.
“Kalau kami dalam mendidik dan
mengajari anak – anak memang masih kurang, karena kami kurang mengetahui
penerapan yang terlalu muluk, karena kami hanya berpendidikan yang terbatas dan
sangat kurang dibandingkan mereka yang dekat dengan perkotaan. Asal anak sudah
tau agama dan hukum dan baca tulis
itu sudah alhamdullilah, memang yang lainnya juga perlu, tapi itulah
keterbatasan kami sebagai nelayan yang nasib kami sudah begini, bekebun dan
lainnya.”[51]
Adapun hasil
wawancara dengan ibu isteri pemilik boat lainya adalah :
“Kalau yang mencari nafkah itu suami saya, kalau saya sering berada di
rumah mengurus anak –anak, karena jika melaut suami saya biasanya pulang nya
lama samapai 1-3 hari. Kalau pengahasilan keluarga masih bisa dibilang cukup, karena anak saya hanya
ada dua satu masih kecil satunya lagi masih sekolah dasar, dan kalau kakaknya
masih belajar ngaji di rumah bersama saya”[52]
Namun di desa Meulingge untuk
urusan ekonomi keluarga ibu-ibu di sana memiliki cara-cara atau
terobosan-terobosan yang sangat berarti dalam membantu suami untuk menunjang
kelangsungan ekonomi keluarga. Mau tak mau seakan para istri juga dituntut
untuk ikut berperan dalam mencari tambahan penghasilan untuk memenuhi kebutuhan
keluarga, sehingga isteri tidak hanya tinggal diam di rumah untuk menanti dan
membelanjakan penghasilan suami mereka dari melaut, namun mereka juga ikut
terlibat dalam kegiatan mencari nafkah.
Ini tergambar sangat jelas pada
masyarakat yang ada di desa Meulingge, dimana beberapa istri nelayan memiliki
penghasilan yang berbeda-beda baik itu berdasarkan dari pekerjaannya maupun
juga dari status sosialnya. Berdasarkan hasil wawancara, beliau mengatakan :
“Begini, kalau
bicara soal kenapa ibu ikut berperan sebagai pencari nafkah itu lebih
disebabkan karena kondisi ekonomi keluarga ibu yang menurun, terlebih lagi
untuk biaya anak-anak sekolah dan juga keperluan rumah tangga lainnya. Ibu rasa
dengan hanya mengandalkan penghasilan dari suami melaut ya itu tidak cukup
untuk memenuhi segala kebutuhan keluarga ibu, makanya ibu memilih jalan untuk
mengeringkan ikan atau membuat ikan asin dan kalau ibu lain ada juga yang
berkebun di atas bukit desa karena faktor kekuranganlah ibu juga mencari
nafkah”[53]
Pengamatan menunjukkan bahwa
peranan ibu meunjukkan bahwa memainkan peranan sebagai orang tua ketika usia
anak masih dini, ibu di sini lebih memperhatikan kondisi ekonomi keluarga yang
masih berkurang karena baginya apa yang dihasilkan suami belum mencukupi untuk
membiayai nak untuk sekolah atau kebutuhan lainnya, mengeringkan ikan asin merupakan kesibukan
yang menyita waktu, ibu di sini tidak hanya bisa melakukan pengawasan ketika
anak mau ikut membantu mengeringkan ikan.[54]
Sebagian besar masyarakat yang
diteliti menyebutkan beberapa faktor yang menjadi alasan bekerja, di antaranya
adalah karena alasan ekonomi, adanya kepercayaan dan dorongan dari suami,
keaktifan diri, dan hal-hal yang berhubungan dengan aspek pengaruh ibu lainnya
yang berkerja. Dan juga tradisi mereka yang dibawa sebelum berkeluarga. Namun
jika dilihat lebih jauh memang ibu atau isteri nelayan disibukkan dengan
aktifitas sehari-hari yang membuat kelonggaran waktu anak-anak begitu bebas sehingga anak-anak lupa dari
pantauan orang tua, disitulah tumbuh kembang anak mulai memahami kehidupan
sekitarnya. Yang membuat pengaruh mental, psikologis, pergaulannya menjadi
seadanya bahkan kurang baik.
Dalam meningkatkan ekonomi
keluarga khususnya istri nelayan, dimana baik laki-laki maupun perempuan tidak
ada pembatasan peran bahwa laki-laki di tempatkan di sektor publik. Idealnya seorang suamilah yang bertanggung
jawab penuh dalam memenuhi kebutuhan keluarganya, termasuk juga dalam memasok
pendapatan keluarga yang karena ia berstatus sebagai kepala keluarga. Namun,
pada kenyataannya para isteri dan anggota keluarga lainnya juga ikut membantu
tentunya sesuai dengan kemampuan masing-masing.
Memang dalam hal pencapai
kebutuhan keluarga lebih kepada seorang ayah yang bertanggung jawab, namun jika
dikaji lebih dalam isteri juga ikut berperan dalam segala hal, baik di rumah maupun diluar rumah. Sehingga banyak
dari orang tua yang melupakan tetang menjaga anak anak dan membesarkan anak dengan
tatanan yang baik. Lingkungan yang ada dalam keluarga akan memberi pengaruh
juga pada lingkungan masyarakat yang lebih luas, jika anak menghormati orang
tua di rumah maka di lingkungan bermasyarakat juga akan menghormati yang lain
dan juga sebaliknya, karena pengaruh utama dalam dalam menentukan jati dirinya
mulai dari keluarga dan sikap yang diberikan orang tua kepada anak.
“Kalau anak saya sering berada di rumah, dan juga mematuhi apa yang kita bicarakan. Dan
sering membantu ayahnya melaut. Namun jika tidak melaut dia sering bermain
dengan teman-temanya yang lain. Paling ketika makan mereka akan pulang kerumah.”[55]
“Anak anak saya sudah besar, sebagian sudah tidak sekolah mereka kadang ada
membantu saya ikut mengantarkan barang-barang milik orang lain ke Banda Aceh.
Tapi itupun jika dia mau, saya tidak terlalu memaksakannya.”[56]
Dari pengamatan hanya anak-anak
yang usia masih sekolah dasar yang sering ada di rumah bersama orang tua
sedangkan yang usia remaja kebanyakan menghabiskan waktunya membantu ayahnya
mencari gurita dengan cara menembaknya dan juga sebagian pemuda lain membantu
meperbaiki perahu atau memahat perahu itu jelas terlihat dari kesehariaan remaja
di desa Meulingge yang bisa dijumpai di pesisir laut. Dan ada juga sebagiaan
pemuda yang berbeda dengan ayahnya melaut, yaitu berkebun karena sebagiaan
menganggap bekebun tak begitu berisiko dan mudah. ada juga menjadi pemasok
barang atau ikan maupun hasil panen warga untuk dibawa ke perkotaan dan itu
merupakan perkerjaan yang disukai bagi sebagiaan pemuda desa Meulingge. [57]
Pengakuan atau tidaknya dari orang tua tehadap perannya
sabagai ayah atau sebagai ibu itu bisa dilihat dari kenyataan yang ada di lapangan,
pengamatan atau hasil observasi menunjukkan, kebebasan anak untuk memilih
jalannya sendiri telalu besar sehingga dalam mencari jati diri tergantung
kepada dirinya sendiri, karena anak anak yang sudah besar yang ada di desa
Meulingge itu sudah lepas tanggung jawab dari orang tua. Dan sudah mulai
mencari uang saku untuk sendiri, terserah dia mengikuti ayahnya atau akan
beralih profesi dengan berkerja di tempat lain, peranan peranan inilah yang
kerap terjadi di masyarakat desa Meulingge. Kondisi seperti ini yang mendorong
anak anak bebas dalam pantauan orang tua, juga orang tua yang susah memberi
arahan kepada anak anaknya yang sudah besar.
Alasan–alasan kesibukan masing
masing inilah yang membuat kelonggaran terhadap pengawasan kepada anak, seperti
ayah yang waktunya tersita di laut sehingga pengawasan anak di lepas kepada ibu
yang waktunya juga membantu suaminya dan ada juga yang sibuk dengan pekerjaan
rumah, karena kebutuhan dapur atau alat masak tidak begitu cepat di dapat
seperti orang perkotaan pada umumnya, ibu ibu untuk memasak harus mencari kayu
bakar, jika tidak ada sumur ibu-ibu menimba airnya dulu, mengurus ternak dan
berbagai alasan lainnya yang bisa dilihat, itu belum lagi faktor ekonomi budaya
masyarakat yang melimbatkan semua keluarga berkerja untuk mendapatkan kehidupan
yang lebih baik.
Jika ditelusuri lebih jauh, beberapa
masyarakat memberikan jawaban yang beragam terhadap permasalahan yang
berhubungan dengan faktor-faktor, yaitu:
1.
Seorang
ibu yang bekerja di luar rumah sebenarnya adalah sebuah kewajaran. Setiap
manusia memiliki kecenderungan melakukan interaksi sosial dengan lingkungannya
sebagai bagian dari proses kesibukan diri.
2.
Alasan
ekonomi, memerlukan peningkatan pendapatan. Sementara pendapatan yang diperoleh
suami terkadang tidak mencukupi lagi untuk menutupi kebutuhan yang semakin
meningkat.
3.
Alasan
lainnya adalah dipengaruhi oleh aspek psikologis, yaitu karena kejenuhan
seorang ibu selalu berada “dibalik layar”.
4.
Faktor
lainnya adalah karena sebagian masyarakat telah bekerja sebelum pernikahan,
yaitu sebelum menikah mereka sudah bekerja terlebih dahulu sehingga mereka
hanya meneruskan untuk bekerja dan tidak ada alasan yang mengharuskannya untuk
berhenti bekerja.
5.
Kesenangan
atau hobi. Beberapa responden mengaku sering memaksa diri karena kemauannya.
6.
Aspek
Religius. Sebagian masyarakat berpandangan bahwa Islam telah menghapus semua
perbedaan kelas antara manusia, yaitu tidak ada orang yang di-pandang istimewa
dan dimanjakan sehingga tidak perlu bekerja atau orang yang diperas tenaganya
karena harus bekerja. Islam mewajibkan setiap umatnya untuk bekerja mencari
rizki yang halal. Pandangan religius ini meyakini sepenuhnya bahwa dengan
bekerja maka setiap langkah menuju tempat dinilai sebagai suatu ibadah.
C.
Pembahasan
Keluarga
adalah lingkungan yang pertama dan utama dikenal oleh anak. Alasannya,
institusi terkecil
dalam masyarakat ini telah mempengaruhi perkembangan individu
anggota-anggotanya, termasuk sang anak. Kelompok inilah yang melahirkan
individu dengan berbagai bentuk kepribadiannya di masyarakat. Oleh karena itu
tidaklah dapat dipungkiri bahwa sebenarnya keluarga mempunyai fungsi yang tidak
hanya terbatas sebagai penerus keturunan saja. Mengingat banyak hal-hal
mengenai kepribadian seseorang yang didapat dari keluarga.
Masyarakat juga berperan aktif dalam
proses pembentukan karakter anak dan mengontrol jati diri, karena masyarakat disebut
sebagai sekelompok manusia banyak bersatu dengan cara tertentu oleh karena
hasrat-hasrat kemasyarakatan yang sama, Sedangkan keluarga adalah kelompok
primer yang paling penting dalam masyarakat, keluarga merupakan sebuah group
yang terbentuk dari perhubungan laki laki dan wanita dan sedikit lama
menciptakan dan membesarkan anak. Jadi keluarga
dalam bentuk yang murni merupakan satu kesatuaan sosial yang mempunyai
sifat-sifat tertentu yang sama. Adapun masyarakat nelayan adalah salah satu
komunitas masyarakat atau kelompok orang yang hidupnya berada di pantai atau di
pesisir.
Dengan
kondisi geografis pulau, masyarakat Meulingge mengisi kesehariannya dengan aktifitas melaut dan berkebun. Aktifitas ini
menjadi kebudayaan di desa ini, kaum pria mengisi kesehariannya dengan melaut,
sedangkan kaum ibu mengisi kesehariannya dengan berkebun. dimana hanya pada
malam hari keluarga berkumpul lalu menggunakan waktunya untuk beristirahat. hal
ini mengakibatkan peranan pengasuhan terhadap anak berkurang. Pola atau cara
mengasuh anak dalam keluarga merupakan lingkungan pendidikan atau proses yang
utama bagi perkembangan pribadi anak yang utuh, karena keluarga adalah
lingkungan yang pertama dan utama dikenal oleh anak, jadi dalam lingkungan
keluargalah watak dan kepribadian anak akan dibentuk yang sekaligus akan
mempengaruhi perkembangannya di masa depan. Jadi semua aspek kepribadian dapat
dibentuk di lingkungan keluarga. Perilaku ataupun perlakuan orang tua terhadap
anak merupakan faktor yang sangat berpengaruh terhadap perkembangan anak
terkait dengan cara bagaimana orang tua mendidik dan membesarkan anak.
Dalam
mengasuh, mendidik, menjaga,
mengarahkan dan
membina keluarga sejahtera adalah sebagai pendidik utama bagi putra-putrinya.
Tanggung jawab tersebut secara langsung menempatkan orang tua sebagai pihak utama yang bertugas membina
kewajiban generasi-generasi penerus dalam masyarakat
yang merupakan kelompok-kelompok yang terjun dalam membina bangsa. untuk membina
sebuah keluarga yang sejahtera di dalam rumah tangga nelayan, maka hal itu dimulai dari generasi-generasi baru yang ada dalam keluarga untuk mewujudkan masyarakat yang lebih kraetif serta berkembang
nantinya.
Kewajiban dan tanggung jawab yang begitu berat dibebankan
kepada orang tua merupakan kewajiban yang mutlak walaupun profesi sebagai
nelayan yang waktunya begitu kurang di rumah, pada akhirnya menuntut kerja
keras suami dan isteri untuk selalu mencari
nafkah di luar rumah. Hanya sedikit waktu
yang dapat digunakan oleh seorang nelayan untuk berkumpul dengan keluarganya.
Sejak fajar hingga menjelang magrib suami berada di laut untuk mencari ikan
Maka
dari analis menunjukan sikap positif yang orang tua berikan kepada anak maka
akan mendapat pengaruh yang baik bagi anak, dan juga sebaliknya. Orang tua
faktor penting dalam segaa aspek perkembangan anak dalam hal besikap, disiplin,
berkomunikasi, kebiasan maka faktor tersebut sangat mempengaruhi mentalitas
anak dan tumbuh kembang anak, karena anak akan meniru kebiasaan kebiasaan orang
tuanya di rumah dan nantinya akan berpengaruh dalam kehidupan bermasyarakat.
Orang tua atau ayah dan ibu dituntut keras dalam hal membinan jati diri anak
dan membesarkannya, kesibukan-kesibukan seorang nelayan bisa diimbangi dengan
sikap dan dorongan metal yang baik dari orang tua walau tak sepenuhnya bisa
menjaga anak, namun harus ada suatu ketegasan dan disiplin diri yang ditanamkan
kepada anak agar anak bisa membawa diri ke arah yang lebih baik. Karena
globalisasi sekarang ini banyak pergaruh pergaulan yang negatif yang bisa
mempengaruhi sikap dan pola pikir anak serta pergaulan yang tidak baik.
BAB IV
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang telah
diteliti, maka dapat disimpulkan bahwa selain orangtua berperan sebagai
mengasuh anak orangtua juga berperan penentu sikap yang positif dari orang tua dalam mendidik
anak antara lain teladan-teladan yang ditunjukkan kepada anak sangat dibutuhkan
dan kontribusi sikap orang tua dalam
mengasuh dan mendidik anak terhadap pergaulan di masyarakat juga harus menjadi
perhatiaan keluarga. Sebab bila orang tua tidak peduli terhadap anak di rumah,
maka hal tersebut akan merugikan anak. Apalagi anak usia masa menjelang remaja,
mereka sangat memerlukan perhatian, dan tentu saja cinta kasih dari kedua orang
tuanya. Orang tua benar-benar sebagai tokoh panutan bagi anak-anak nya. Hal ini
kemudian akan menjadi berkurang bila anak-anak telah menginjak masa dewasa,
sebab pada masa remaja dia lebih dekat dan bangga terhadap teman sebayanya atau
teman kelompoknya.
Seorang ayah dapat berperan lebih dalam
pengasuhan anak dengan melibatkan diri sepenuhnya yang disesuaikan dengan
perkembangan anak. Hal ini menunjukkan bahwa sebagai orang tua, ayah dan ibu
tetap memiliki peran dan tanggung jawab yang besar terhadap pertumbuhan dan
perkembangan putra-putrinya. Mengingat besarnya permasalahan yang dihadapi anak
dalam masa pertumbuhan dan perkembangannya maka sudah sewajarnya jika para
orang tua memberikan perhatian, bimbingan, dan pengawasan yang lebih optimal
kepada anak-anaknya. Langkah pertama yang sebaiknya dilakukan para orang tua
dalam mengasuh dan membantu pencapaian prestasi akademik anak dalam belajar
atau lainnya adalah mencari dan menemukan data sebanyak-banyaknya tentang
berbagai hal yang dapat dijadikan pedoman dan acuan dalam menerapkan sistem
atau cara dan bimbingan kepada anak, sehingga mereka benar-benar akan tumbuh
dan berkembang menjadi manusia dewasa yang mandiri dan berprestasi serta
memiliki tanggung jawab untuk dirinya dan lingkungannya.
B.
Saran
1.
Sebaiknya pemerintah
harus mengadakan penyuluhan untuk
pensosialisasian adanya pengetahuaan cara – cara mengasuh anak dan
tanggung jawab antara orang tua
dan anak serta batasan-batasan dalam kehidupan berumahtangga, sehingga
tercipta keselarasan berkeluarga.
2.
Sebaiknya masyarakat desa Meulingge lebih
memperhatikan dalam hal tanggung jawab pembagian peranan kerja antara isteri
dan suami. Dalam meningkatkan kesejahteraan rumah tangga. Serta adanya langkah nyata dari berbagai pihak untuk
membimbing dan mengasuh.
3.
Pemerintah sebaiknya
memberikan perhatiannya kepada keluarga nelayan
yang kurang mampu dalam bidang pendidikan seperti pemberian beasiswa kepada anak-anak nelayan
yang kurang mampu sehingga standar pendidikan masyarakat di desa Meulingge
dapat meningkat
4.
Sebaiknya suami dari
para istri nelayan lebih bersikap toleran dan terbuka terhadap
anak-anaknya sehingga terjadi
peningkatan kepercayaan dana pemahaman untuk bisa saling mengerti dan memahami
tanpa harus dipaksa atau diberi hukuman dan lainnya
.
[1] Mardiya, Kiat Kiat Khusus Membangun Keluarga
Sejahtera ,(Jakarta:
BKKBN Pusat. 2000), hal. 10.
[2] M. Khalil
Mansyur, Sosiologi Masyarakat Kota Dan Desa,
(Surabaya: Usaha Nasional. 1990), hal. 22.
[3] Abu Ahmadi, Ilmu Sosial Dasar,(Jakarta: Rineka
Cipta, 2003), hal. 104.
[4] Abu Bakar Muhammad, Pedoman Pendidikan dan Pengajaran,
(Surabaya: Usaha Nasional, .
1991), hal. 36.
[5] Hendrawan Nadesul, Cara
Sehat Mengasuh Anak, (Jakarta: Puspaswara,1996), hal. 16.
[6] Soerjono Soekanto, Sosiologi: Suatu Bunga Rampai, (Jakarta:
PT. Raja Grafindo Persada, 2002), hal. 243.
[7] Abu Ahmadi , Sosiologi Pendidikan, ( Jakarta: Rineka Cipta, 2007), hal. 108.
[8] Abu Ahmadi, Ilmu Sosial Dasar, (Jakarta: Rineka Cipta, 2003), hal. 104.
[9] Rifa Hidayah,
Psikologi Pengasuh Anak,
(Malang: UIN Malang Press, 2009), hal.
54
[10] Rifa Hidayah, Psikologi
Pengasuh Anak, (Malang: UIN Malang Press,
2009), hal. 15.
[11] Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitiaan, ( Jakarta : PT Rineka Cipta, 2006 ), hal.
139.
[12] Suharsini Arikunto, Prosedur Penelitian, Suatu Pendekatan
Praktis.(Jakarta : PT Rineka Cipta, 2006), hal. 229.
[13] M.Nasir, Metode Penelitian, hal. 234.
[14] Kamus Besar
Bahasa Indonisia, Edisi kedua. ( Jakarta : Balai pusaka, 1995 ), Hal. 751.
[15]
Soerjono Soekanto, Sosiologi: Suatu Bunga
Rampai, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2002), hal. 243.
[17] Sri Sugiharti, Penjajakan Kebutuhan Tentang Pemenuhan Hak
Anak, (Yogyakarta : Balitbang BKKBN DIY, 2005), hal. 1.
[18]. Mulat Wigati
Abdullah, Sosiologi untuk SMP dan MTsN,
(Jakarta: Grasindo, 2006 ), hal. 41.
[19]. T. Safir Iskandar
dan Soraya Devy, Dinamika Peran Perempuan
Aceh, (Lembaga PSW IAIN Ar-Raniry, Desember 2007), hal . 215.
[20] Abu Ahmadi , Sosiologi Pendidikan, ( Jakarta: Rineka Cipta, 2007), hal. 108.
[21] Mohammad Shochib, Pola Asuh
Orang Tua, Dalam Membantu Anak
Mengembangkan Disiplin Diri, (Jakarta: Rineka Cipta, 2010 ), hal. 17.
[22] Abu Ahmadi, Ilmu Sosial Dasar,(Jakarta: Rineka Cipta
2003 ), hal. 104.
[23] Muntawali, Peranan Wanita Dalam Pembangunan, (
Jakarta: Karya Nusantara, 1987 ), hal. 15.
.
[25] Khairul Hidayat dan Ricky
Genggor, Ilmu Pengetahuan Sosial, Jilid
Dua, (Jakarta: Erlangga, 2007), hal. 59.
[26] Khairul Hidayat dan Ricky
Genggor, Ilmu Pengetahuan Sosial, Jilid
Dua, (Jakarta: Erlangga, 2007), hal. 59.
[27]
Ichtiar. Van Hoeve, Ensiklopedia Indonesia KOM OZO Jilid ke-4, ( Jakarta:
1992 ), hal. 253.
[28]
Mubyarto. dkk, Keswadayaan Masyarakat Desa Tertinggal, (Jakarta: Aditya
Media, 2000 ), hal. 116-118.
[29]. M.Nasib Ar-Rifa’i, Ringkasan Tafsir Ibnu Katsir, (Jakarta: Gema Insani,1999), hal.509.
[30] Imam Bukhari, Shahih Bukhari, (Beirut Dar
al-Ma’arif,th,),hal.182.
[31] Ibid …2554.
[32] Chabib Thoha, Kapital Selekta Pendidikan Islam,
(Yogyakarta: Pustaka Belajar, 1996).hal. 108.
[33] Mussen, Pekembangan dan Kepribadiaan Anak, (
Jakarta: Arcan Noor, 2002), hal. 392.
[34] Stastistik Daerah
Kecamatan Pulo Aceh 2012. Hal, 1.
[35] Badan Pusat Stastistik Kabupaten Aceh Besar
Kecamatan Pulo Aceh. Tahun 2012.
[36]Hasil wawancara dengan
M.Yacob, Keuchik Gampong Desa Meulingge dan nelayan, tanggal 28 Juni 2013.
[37] Hasil observasi di desa Meulingge tanggal 28
juni 2013
[38] Hasil wawancara dengan Ismuha, nelayan dan Sekretaris desa Gampong Meulingge,
tanggal 28 Juni
2013.
[39] Hasil observasi di desa Meulingge tanggal 28
juni 2013.
[40] Hasil wawancara dengan ibu Yusmainur, isteri nelayan,
tanggal 29 Juni 2013.
[41] Hasil observasi di pesisir desa Meulingge
tanggal 28-29 Juni 2013.
[42] Hasil wawancara dengan Ibu Rauzah. Ibu rumah
tangga.
Tanggal 29 Juni 2013.
[43] Hasil observasi di pesisir desa Meulingge tanggal 29-30 juni 2013.
[44] Hasil wawancara dengan Ibu
Idawati. Isteri Nelayan Tanggal 29 Juni 2013.
[45] Hasil observasi di pelosok dan pesisir desa Meulingge tanggal 29-30 juni 2013.
[46] Hasil Wawancara dengan Ibu Fatimah. Isteri sekdes Tanggal 29 Juni 2013.
[47] Hasil
observasi di pesisir desa Meulingge tanggal 30 Juni 2013.
[48] Hasil wawancara dengan bapak Mahyuddin, selaku
nelayan. Tanggal 29 Juni 2013.
[49] Hasil observasi di pesisir desa
Meulingge tanggal 29 Juni 2013.
[50] Hasil observasi di pesisir desa Meulingge tanggal 29-30 Juni 2013.
[51] Hasil Wawancara dengan Teungku Jun. Imum Meunasah Tanggal 28 Juni 2013.
[52] Hasil Wawancara dengan ibu Nurfadhillah, isteri
pemilik boat. Tanggal 28 Juni 2013.
[53] Hasil wawancara dengan Ibu Zainab . Tanggal 28
Juni 2013.
[54] Hasil observasi di pesisir desa Meulingge tanggal 29
Juni 2013.
[55] Hasil
Wawancara dengan Alfian. Nelayan pesisir. Tanggal 29 Juni 2013.
[56] Hasil
Wawancara dengan Munjir, Pemilik Boat, Tanggal 30 Juni 2013.
[57] Hasil
observasi di desa dan di pesisir pantai Meulingge. Tanggal 28 Juni 2013.